RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Tahun lalu, empat tersangka telah ditetapkan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutai Timur (Kutim). Keempatnya pun telah ditetapkan sebagai terdakwa setelah terbukti melakukan tindak pidana korupsi (tipikor), pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) solar cell home system.
Ya, mendapat alokasi anggaran Rp 96 miliar, pengadaan solar cell tersebut dilaksanakan Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kutim pada 2020 lalu. Bahkan menyebabkan negara rugi hingga Rp 53 miliar lebih.
Setelah sukses mengungkap kasus tersebut, Kejari Kutim berupaya memulihkan keuangan negara dengan meminta seluruh pihak yang terlibat untuk mengembalikan. Bahkan telah terkumpul Rp 4,3 miliar lebih dan telah dikembalikan kepada Pemkab Kutim.
Hal itu diketahui dalam gelaran jumpa pers pengembalian kerugian negara di Kantor Kejari Kutim, Kompleks Perkantoran Bukit Pelangi, Sangatta Utara, Rabu (8/2/2023). Kajari Kutim Henriyadi W Putro mengungkapkan, upaya tersebut terlaksana tak lepas dari kerja sama dengan Tim Intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Terutama dalam upaya menelusuri aliran dari sisa uang yang sudah disalahgunakan. Memang tugas yang berat memaksimalkan pemulihan keuangan negara yang sudah disalahgunakan,” katanya.
Baca Juga: Pegawai Diperiksa, Kejati Kaltim Sita Puluhan Dokumen BKPAD Kutim
Baca Juga: Pantai Sekerat Semakin Menjanjikan, DPU Siapkan Area Wahana Paralayang
Menurutnya, uang sitaan itu dikembalikan oleh pihak perusahaan yang terlibat dalam pengadaan solar cell tersebut. Pihaknya juga sedang melacak aset para terdakwa, apakah diperoleh dari hasil tipikor tersebut. Bahkan upaya tersebut telah dilakukan dengan berkoordinasi Samsat dan BPN.
“Tapi belum ditemukan. Sekarang kami mencari bersama Tim Gabungan Intelijen dan melibatkan instansi terkait. Seperti penghimpunan data agar keberadaan aset yang dibeli dari uang hasil korupsi itu diketahui,” ungkapnya.
Kendati demikian, pihaknya berupaya mengembalikan kerugian negara dari para pihak yang terlibat. Sehingga pengembalian bisa lebih besar dari yang diperoleh sekarang.
“Kami berharap bisa dikembalikan sesuai dengan kerugian negara (Rp 53 miliar),” pungkasnya.
Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kutim Rizali Hadi menyebut, pengembalian kerugian negara akibat kasus tipikor diharapkan dapat terus dilakukan pihak Kejari.
“Paling tidak bisa menambah porsi anggaran untuk pembangunan. Apalagi banyak program yang diharapkan masyarakat. Dengan adanya pengembalian ini, diharapkan sangat bermanfaat untuk mewujudkan visi daerah,” sebutnya.
Selain itu, apresiasi pun diberikannya kepada pihak Kejari. Meski begitu, dipastikannya pemkab telah mengantisipasi agar tindakan serupa tidak terjadi.
“Mindset aparatur harus diubah. Sehingga berkualitas dan punya kinerja yang baik. Jangan sampai memiliki mental seperti itu. Harus dicegah. Jangan sampai muncul persoalan yang sama hingga berdampak pada hukum,” tuturnya.
Dia pun telah meminta aparatur untuk berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan. Sehingga arah kerjanya benar-benar sesuai dengan ketentuan regulasi.
“Memang tidak hanya masalah mental. Ini juga berkaitan dengan kesejahteraan. Makanya pemkab telah menambah pendapatan aparatur dengan menaikan TPP (tambahan penghasilan pegawai),” bebernya.
Bahkan sudah dianggap cukup jika dibandingkan dengan daerah lain. Apalagi itu merupakan penghasilan tambahan di luar gaji. Tidak itu saja, operasional organisasi perangkat daerah (OPD) pun diupayakan untuk dicukupkan.
“Kalau sudah begitu, maka berlaku reward dan punishment jika terjadi hal yang menyimpang,” tegasnya. (rk)