RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Di kandang yang tidak terlalu luas itu, beberapa ekor sapi yang ditambatkan sedang asik mengunyah rumput yang tersedia. Seorang laki-laki paruh baya tampak dengan sabar menyorongkan rumput-rumputan yang disiapkan sebagai pakannya.
Sesekali ia tampak seperti berbicara dengan sapi-sapi tersebut. Seolah memahami bahasa mereka, seperti legenda Raja Angling Dharma, yang bisa berkomunikasi dengan hewan.
“Menunjukkan rasa sayang dan peduli kepada ternak tidak hanya menunjukkan kepedulian kepada mereka, melainkan juga menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi hewan-hewan tersebut,” tutur laki-laki bernama Keri itu.
Warga Desa Bukit Permata, Kecamatan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur ini, telah bertahun-tahun menekuni beternak, bertani, dan berkebun. Saat ini, dengan sejumlah ternak yang dimilikinya, ia sedang mencoba pengunaan biogas sebagai sumber energi listrik bagi rumahnya.
“Ini merupakan nilai tambah dari beternak sapi,” ungkap penikmat kopi pahit ini.
Keterlibatan aktifnya untuk ikut menggerakkan para petani, pekebun, dan peternak, sejalan dengan semangatnya untuk selalu berbagi kepada siapa saja.
“Tapi saya bukan pakar lo,” ujarnya merendah, meskipun banyak orang datang belajar kepadanya, bahkan dari luar desanya.
Ayah enam anak ini, mengaku belajar beternak secara otodidak. Awalnya ia hanya ikut-ikutan beternak sapi dengan cara diumbar dan dilepas di kebun. Di sela-sela kegiatan beternaknya, Keri juga rajin mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan di tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten. Bahkan akhirnya ia mencoba beternak dengan metode pengandangan dan memperoleh hasil lebih baik.
“Lebih efektif apabila ternak dikandangkan,” jelas pria yang telah berusia setengah abad ini. “Kita jadi lebih mudah mengontrol serta dapat memanfaatkan limbahnya untuk pembuatan pupuk kompos,” terangnya.
Meski demikian, tidak berarti Keri tidak pernah menjumpai tantangan dalam mengembangkan ternaknya. “Sebenarnya kalau dibilang berhasil, menurut saya sih belum juga,” lagi-lagi pria kelahiran Purworejo, Jawa Tengah ini, merendah.
Menurutnya, tantangan terbesar dari sisi pribadi ialah bagaimana mau selalu belajar dan tekun. Sementara dari sisi komunitas peternak, tantangan yang dihadapi Keri ialah komitmen untuk berpartisipasi aktif dan saling meneguhkan satu sama lain.
“Kami menyiasatinya dengan membuat pertemuan pada malam hari di setiap Sabtu ketiga. Dan yang tidak hadir dikenakan denda,” kata Ketua Kelompok Tani Rimba Raya dan Koperasi Rimba Permata Jaya ini, sembari tertawa terkekeh.
Kelompok taninya sendiri pernah memperoleh prestasi di tingkat provinsi, yakni juara 2 kategori Kelompok Peternak Sapi Pola Ekstensif/Semi Ekstensif.
Keri merasa bahwa kemajuan yang dialaminya maupun kelompok tani yang dipimpinnya, tak lepas dari pendampingan yang dilakukan oleh PT Indexim Coalindo, melalui program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).
Kegiatan-kegiatan yang diikuti antara lain pelatihan pakan fermentasi, pembuatan mikro organisme lokal (MOL), penguatan kapasitas kelompok, pengelolaan biogas, serta pembuatan kompos. Saat ini kelompok taninya sudah dapat menyuplai pupuk kompos bagi perusahaan.
“Mau belajar dan tekun mempraktikkan menjadi kunci utama dalam beternak. Hingga nantinya dapat meningkatkan perekonomian peternak,” pungkas Keri disertai senyum yang optimis. (rk)