RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Berdasarkan Instruksi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Penghapusan tenaga honorer akan diberlakukan 28 November 2023 mendatang.
Meskipun sudah lama menjadi bagian dalam birokrasi, namun PP tersebut tetap harus dijalankan. Untuk menghindari permasalahan sosial dampak dari penghapusan tenaga honorer itu, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) telah menyiapkan skema khusus untuk perekrutan tenaga honorer, yakni outsourcing.
Hal itu tidak menjadi persoalan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim) dr Novel Tyty Paembonan. Apalagi jika skema itu harus diterapkan di lingkungan pemerintahan. Sebab daerah pasti akan mengikuti kebijakan yang ditetapkan pemerintah pusat.
“Kalau sudah ada regulasinya, tidak ada masalah menerapkan skema outsourcing. Selama tenaga honorer tetap dimanusiakan,” katanya.
Politikus Fraksi Gerindra itu pun menyoroti kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutim selama ini. Khususnya terhadap gaji yang diberikan kepada tenaga honorer.
“Selama in ikan gajinya di bawah standar. Menurut saya itu terlalu kecil,” sebutnya.
Pasalnya, kata dia, saat ini gaji tenaga honorer di kabupaten ini paling tinggi Rp 2 juta. Padahal, seharusnya gaji yang diberikan minimal Rp 3 juta. Sehingga dapat dikatakan sedikit lebih layak.
“Dengan kondisi sekarang tentu gaji yang ada tidak mencukupi memenuhi kebutuhan sehari-hari (Rp 2 juta). Ini harus menjadi pertimbangan pemerintah,” tegasnya.
Sehingga diperlukan apresiasi yang sesuai dengan kondisi saat ini. Apabila gaji tenaga honorer disesuaikan, dia meyakini pegawai bukan pegawai negeri sipil (PNS) itu pasti akan berkomitmen untuk bekerja dengan maksimal.
“Dengan gaji yang sekarang saja mereka sudah bekerja profesional. Apalagi kalau gajinya naik, tentu pelayanan kepada masyarakat akan lebih dimaksimalkan lagi,” pungkasnya. (adv/rk)