RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Rapat paripurna ke-30 yang dilaksanakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mengalami penundaan. Itu karena jumlah anggota yang hadir belum mencapai syarat minimum untuk disebut kuorum.
Untuk diketahui, saat rapat itu dimulai, yang hadir kurang dari 27 orang. Padahal, itu adalah jumlah minimum untuk disebut sebagai kuorum, yakni dua per tiga dari total jumlah anggota DPRD Kutim.
Keputusan penundaan alias skorsing itu sebagai upaya menunggu hingga anggota lain hadir hingga tercapainya syarat kuorum itu. Sebab, agenda yang dibahas pada rapat tersebut sangat penting, yakni persetujuan bersama DPRD Kutim terhadap rancangan peraturan daerah (raperda) tentang pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) tahun anggaran 2023.
Anggota DPRD Kutim Agusriansyah Ridwan pun menyampaikan masukan terkait tertundanya rapat tersebut.
“Berkaitan dengan Pasal 194 dan 197 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 yang dikuatkan dalam Permendagri 77, pada poin F dikatakan dalam waktu sebulan sejak diterimanya hal tersebut, DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap RDP (rapat dengar pendapat) tentang pertanggungjawaban APBD kepala daerah, menyusun, dan menetapkan peraturan kepala daerah tentang pertanggungjawaban APBD,” ungkapnya di hadapan pimpinan Dewan, Kamis (11/7/2024).
“Selanjutnya pada poin G dikatakan RP Kepala daerah tentang pertanggungjawaban APBD ditetapkan setelah memperoleh pengesahan dari mendagri dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat kabupaten kota,” lanjut Agusriansyah.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengungkapkan hal ini merupakan preseden buruk bagi DPRD Kutim, apabila rapat tersebut kembali tertunda.
“Kita sudah melaksanakan rekomendasi LKPj, sudah melakukan pansus LHP yang membahas berbagai macam detail poin yang terkandung dalam LHP atau yang menjadi bahan pemeriksaan BPK, harusnya dalam tahapan pansus ini tinggal mengecek kembali kesesuaian semuanya,” katanya.
Di sisi lain, anggota Komisi D itu beranggapan dalam pengesahan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun anggaran 2023 tidak perlu lagi dibahas secara detail yang membutuhkan waktu yang lama.
“Mohon diingat, regulasi itu sangat fleksibel dalam sebuah prosesnya, kita tidak putuskan pun LKPj ini sah yang artinya pada saat tahapan poin-poinnya maka forum itu tidak lagi menjadi sebuah persyaratan dan perlu juga diingat bahwa satu kesatuan yang utuh dalam setiap pasal tidak berdiri sendiri-sendiri dan berkaitan satu sama lain. Manakala satunya tidak bisa dilakukan maka dicarilah jalan pada ayat-ayat selanjutnya,” pungkasnya. (adv/rk)