RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Pasar Induk Sangatta (PIS), yang terletak di Jalan Ilham Maulana, Kelurahan Teluk Lingga, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), merupakan pasar yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur (Kutim).
Keberadaannya strategis dan setiap harinya berhasil menarik banyak pembeli untuk berbelanja di sana. Lapak yang ada pun dipastikan hampir penuh. Sehingga sangat berpotensi untuk menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) dari retribusi pasar.
Kendati demikian, belakangan penarikan retribusi di PIS justru tidak lagi dilakukan. Bahkan kini menjadi perhatian Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Kalimantan Timur (Kaltim). Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim, David Rante menyayangkan hal itu.
“Gedung Pasar Induk merupakan aset daerah. Digunakan masyarakat dengan sistem sewa pakai. Setiap bulan retribusi ditarik sebagai kontribusi pada PAD,” katanya.
Namun, pembayaran lapak dagang terhenti sementara. Adapun tidak maksimalnya penarikan retribusi tersebut lantaran adanya perubahan dalam nomenklatur gedung PIS.
“Makanya kami DPRD mendesak agar Pemkab Kutim melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), menemukan solusi dengan menyusun peraturan daerah (perda) baru mengenai penarikan sewa lapak pasar,” imbuhnya.
Pasalnya ada perubahan aturan. Sehingga harus ditunjang dengan pembuatan peraturan daerah (perda) baru untuk memaksimalkan retribusi di pasar tersebut.
“BPK memberikan rekomendasi terkait penarikan retribusi ini, karena kerugian yang dialami daerah akibat pemanfaatan gedung tanpa mendapatkan keuntungan,” sebutnya.
Tak heran, kata dia, jika pihak BPK mengingatkan pemkab agar pungutan terhadap retribusi lapak di PIS kembali dimaksimalkan.
“Kan bangunan milik daerah, seharusnya bisa menjadi sumber pemasukan bagi daerah itu sendiri,” pungkasnya. (adv/rk)