RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Sejak ditetapkan sebagai ibu kota negara (IKN), seluruh kabupaten kota di Kalimantan Timur (Kaltim) terus berbenah untuk menyambutnya. Mengingat, secara otomatis menjadi kawasan penyangga yang dapat menunjang IKN di kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar).
Banyak yang perlu dibenahi. Mulai infrastruktur dan fasilitas lainya. Kutai Timur (Kutim) termasuk daerah penyangga. Meskipun terletak di kawasan Utara Kaltim, harus benar-benar berbenah. Sehingga dapat memaksimalkan perannya sebagai daerah penyangga.
Pengamat ekonomi Dr Amransyah menyebut, Kutim harus berbenah untuk segala hal. Termasuk dalam penataan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang dinilai belum maksimal tertata.
“Tidak kalah penting, perencanaan akses transportasi. Sekarang kan Kutai Timur tidak punya bandara. Pelabuhannya juga belum eksis. Apalagi akses jalan darat yang kurang mendukung,” sebutnya.
Sebab, banyak titik jalan rusak dijumpai jika ingin menyambangi Kutim melalui jalur darat. Sedangkan untuk sektor perekonomian itu akan menambah ongkos perjalanan.
“Mestinya perjalanan tiga jam, sekarang ditempuh enam hingga tujuh jam. Perencanaannya bagaimana?” tanya Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nusantara (Stienus) Sangatta itu.
Padahal, banyak investor yang ingin menanamkan modal di Kutim. Namun, aksesnya masih sulit. Banyak yang mengurungkan niatnya.
“Investor tidak ada yang mau masuk ke sini. Perjalan memakan waktu lama. Bagi pengusaha, luar biasa memakan waktu. Bagi mereka waktu itu uang,” ungkapnya.
Dia menyebut, Kutim memerlukan bandara yang representatif. Sehingga dapat memangkas waktu perjalanan. Apabila waktu tempuh perjalanan hanya dua jam, tentu banyak yang memilih transportasi udara.
“Itu kelebihannya Berau. Belajarlah dengan berau. Mereka sudah maju karena mode transportasinya strategis. Kalau Kutim punya bandara, waktu perjalanan lebih cepat dan enjoy. Bahkan, dapat menekan inflasi. Kenapa tidak menyisihkan Rp 5 miliar untuk pembangunan bandara,” ucapnya.
Apalagi aset pariwisata di Kutim sangat menjual. Jika ditunjang dengan transportasi udara, pariwisata akan berdampak. Secara otomatis orang-orang akan berdatangan ke Kutim.
“Pengembangan pariwisata juga akan terintegrasi. Sekarang orang mau ke sini mikir dulu. Padahal pariwisata di Kutim sangat luar biasa,” tuturnya.
Apabila pembangunan bandara di tempat yang sudah diwacanakan rumit. Pemerintah tidak perlu lagi menggunakan lahan yang potensial. Kalau perlu minta pada PT KPC lahan membangun bandara.
“300 hektare lahan sudah bisa bangun bandara. Apalagi zaman sekarang, banyak yang ingin berinvestasi. Banyak orang lokal yang sanggup,” ujarnya.
Selain itu, keberadaan Pelabuhan Kenyamukan dianggapnya strategis jika berfungsi maksimal. Apalagi jika logistik turun di Pelabuhan Bontang, kemudian dibawa ke Kutim, tentu akan menambah ongkos.
“Kalau langsung turun di Pelabuhan Kenyamukan, akan memotong biaya pengiriman sampai 10 persen. Harga murah, masyarakat lebih sejahtera. Perhubungan laut dan udara harus dimiliki. Kalau perlu tahun depan sudah ada. Kalau tidak, Kutim tidak bisa berkembang,” tutupnya. (rk)