RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Upaya pemaksimalan Peraturan Daerah (Perda) Kutai Timur (Kutim), tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, memang menjadi fokus pihak legislatif saat ini. Apalagi perda itu dibentuk berdasarkan ini dewan, sebagai bentuk keberpihakan terhadap kesejahteraan masyarakat.
“Kami sudah sosialisasikan kepada perusahaan tambang yang ada di Bengalon dan kawasan dapil II (daerah pemilihan) lainnya. Seperti Rantau Pulung, Teluk Pandan dan Sangatta Selatan,” kata anggota Komisi D DPRD Kutim Yuli Sa’pang, Kamis (10/11/2022).
Dia memastikan, banyak penekanan yang dilakukan kepada pihak perusahaan melalui perda tersebut. Kebijakan yang tertuang dalam perda, merangkum dalam tenaga kerja daerah.
“Kalau dulu kan kelahiran Kutim yang menjadi skala prioritas dalam perekrutan karyawan. Dulu namanya tenaga kerja lokal, kalau sekarang tenaga kerja daerah. Baik pendatang atau pun penduduk lokal, kalau memiliki domisili Kutim maka haknya sama,” jelasnya.
Memang, kata dia, perda tersebut dikawal langsung oleh kepada daerah dan wakilnya. Apalagi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Jangan sampai kemiskinan di Kutai Timur justru merajalela. Sedangkan kabupaten ini memiliki julukan sebagai kota tambang,” terangnya.
Adapun poin kainnya, yakni terkait pemberi kerja, penerimaan kerja hingga seleksi dalam penerimaan. Termasuk skala prioritasnya. Apalagi di dalam perda itu terdapat porsi tenaga kerja daerah 80 persen, sedangkan dari luar 20 persen.
“Meskipun belum sempurna, tetapi ada beberapa poin terkait pemagangan dan pelatihan tenaga kerja. Termasuk bagi yang baru lulus sekolah. Baik melalui BLK (Balai Latihan Kerja) swasta dan pemerintah akan bekerja sama,” bebernya.
Selain itu, perda itu juga mendukung sepenuhnya keberadaan serikat pekerja (SP) di setiap perusahaan. Pihaknya tak ingin, SP justru dianggap lawan bagi perusahaan.
“Pandangan itu harus diubah. Bagaimana SP bisa bekerja sama dengan perusahaan. Perusahaan memfasilitasi kantornya, sehingga ketika ada permasalahan mengenai karyawan bisa terakomodir,” tuturnya.
Sebab kadang-kadang, pihak perusahaan terganggu dengan keberadaan SP. Sehingga pola pikir itu harus diubah, karena keberadaan SP akan menjadi solusi penyelesaian masalah karyawan.
“Jadi langkah pertamanya melalui SP, kemudian Disnakertrans (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi). Kalau sampai tahapan itu tidak juga terselesaikan, baru menyurati DPRD,” ucapnya.
Saat sosialisasi berlangsung, pihaknya juga menyampaikan poin yang terkandung di dalam Perda Administrasi kependudukan dan Pencatatan Sipil. Salah satu yang ditekankan dalam regulasi itu, bahwa setahun orang berada di Kutim, maka wajib ber-KTP daerah ini.
“Supaya NPWP bisa dikontrol. Bayangkan saja, ada karyawan bekerja di perusahaan dan dapat penghasilan dari sini. Tapi NPWP nya berasal dari luar daerah semua. Tentu sangat merugikan,” paparnya.
Makanya perda itu menegaskan sanksi denda Rp 10 juta kepada yang tidak mengindahkan. Sedangkan pihak perusahaan juga sudah diminta mensosialisasikan kepada karyawannya. Termasuk memfasilitasi karyawannya agar memiliki domisili kabupaten ini.
“Memang ini perda lama (Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil). Tapi sangat berkaitan dengan Perda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan,” pungkasnya. (adv/rk)