RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Dari produksi PDAM Tirta Tuah Benua (TTB) Kutai Timur (Kutim), yang mencapai 13 juta meter kubik. Ternyata perusahaan plat merah itu mengalami kehilangan hasil produksi mencapai 20 persen atau 2,7 meter kubik.
Tentu menjadi kerugian besar bagi perusahaan yang harus memberikan layanan air bersih kepada masyarakat Kutim itu. Hal itu pun tak ditampik anggota DPRD Kutim Hepnie Armansyah. Menurutnya, kerugian itu jika diuangkan maka total mencapai Rp 24 miliar.
“Kalau per kubik dari 2,7 juta meter kubik dikali Rp 8.000, sama dengan Rp 24 miliar per tahun,” ungkapnya.
Sebenarnya, kata dia, kurang akuratnya meteran menjadi penyebab utama kerugian tersebut. Mengingat penghitungannya masih menggunakan sistem manual.
“Memang harganya mahal, tapi meteran elektromagnetik bisa dimaksimalkan,” tuturnya.
Apalagi setelah dilakukan hitung-hitungan, lima atau enam tahun ke depan kerugian bisa mencapai lebih Rp 100 miliar. Dia pun menyarankan agar memaksimalkan investasi dengan mengganti meteran yang dapat mengatasi permasalahan tersebut.
“Kan selama ini produksi 1000, ternyata meteran hanya hitung 800. Kerugian karena ketidakakuratan mencapai 200 liter. Hilangnya pun bukan karena pipa yang bocor, tapi karena ketidakakuratan meteran airnya,” terangnya.
Apabila melihat perusahan swasta. Kehilangan air itu dianggap sangat kecil. Sehingga bisa melakukan penyelamatan melalui pencatatan. Walaupun secara aturan diizinkan kehilangan hingga 20 persen.
“Tidak mungkin dibiarkan merugi. Ada tiga direktur yang digaji agar masalah itu tidak terjadi lagi. Mereka harus memikirkan solusinya,” pungkasnya. (adv/rk)