RUANGKALTIM.COM, KUTIM – PT Putra Nanggroe Aceh (PNA), perusahaan yang berhasil meraih kemenangan dalam tender pembangunan Jembatan Telen, yang diselenggarakan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kutai Timur (Kutim) pada bulan Juni lalu, telah mengambil langkah untuk mengajukan permohonan perlindungan hukum.
Langkah ini melibatkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutim, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan hak-hak mereka sebagai pemenang tender yang telah diumumkan oleh LPSE bulan sebelumnya.
Direktur Cabang PT PNA, Arif Maulana didampingi Kuasa Hukumnya Ikhwan Syarif, dari Kantor Hukum Ikhwan Syarif di Sangatta, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan perlindungan hukum terhadap hak kliennya, PT PNA, sebagai pemenang tender kepada Kejari Kutim, Kejati Kaltim dan Kejagung.
“Kami juga sudah melaporkan kasus ini kepada KPK. Kami melakukan ini dengan tujuan untuk mengembalikan atau memulihkan hak-hak kami sebagai pemenang tender dalam proyek pembangunan Jembatan Telen,” ungkapnya.
Dia menilai, adanya pembatalan pemenang tender oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kutim, disebabkan oleh alasan yang meragukan. PT PNA memenangkan tender ini karena telah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan saat pengumuman lelang. Namun, terdapat persyaratan tambahan yang diminta agar segera dipenuhi setelah PT PNA dinyatakan sebagai pemenang.
“Bagi kami, masalah ini tampaknya dibuat-buat untuk membatalkan kemenangan tender kami. Sebelum pembatalan, pihak PU meminta kami untuk mundur sebagai pemenang dan menyerahkan proyek tersebut kepada kontraktor yang sebenarnya kalah dalam tender. Alasannya, kontraktor itu memiliki kaitan dengan pihak yang memiliki pengaruh,” paparnya Ikhwan.
“Izin untuk menyerahkan proyek kepada kontraktor yang kalah dalam tender, diajukan dalam negosiasi yang berlangsung di Hotel Ibis pada 3 Juli di Tangerang. Saat itu, perwakilan dari PT GMP, yang akan mengerjakan proyek tersebut hadir. Termasuk seorang perwakilan dari PU Kutim yang bertindak sebagai mediator. Kami juga diundang untuk berpartisipasi dalam negosiasi itu,” ungkapnya.
Sebagai kontraktor pemenang, pihak PT PNA menolak permintaan itu. Sehingga kesepakatan tidak tercapai dalam pertemuan tersebut. Sebelumnya pada 2 Juli, PT PNA telah bertemu dengan perwakilan dari Dinas PU Kutim di hotel yang sama. Dalam pertemuan tersebut, perwakilan itu menyampaikan permintaan dari Kepala Dinas PU agar PT PNA mundur sebagai pemenang tender dan menyerahkan proyek pembangunan Jembatan Telen kepada PT GMP.
“Kami diberikan tawaran kompensasi, dengan alasan bahwa orang yang akan mengerjakan proyek tersebut memiliki koneksi dengan pihak berwenang. Tapi, kami menolak untuk mundur,” tuturnya.
Sebab, pihaknya tidak setuju untuk mundur selama negosiasi pada 3 Juli. Hal itu membuat kemenangan tersebut akhirnya dibatalkan. Maka itu, pihaknya meminta kepada Kejaksaan, yang memberikan pendampingan hukum kepada PU.
“Untuk mengembalikan hak-hak kami sebagai pemenang tender,” tutupnya.
Untuk diketahui, terdapat empat proyek MYC yang ditender ulang. Salah satunya adalah pembangunan Jembatan Telen, dengan nilai anggaran Rp 52 miliar. Bahkan proyek jembatan yang akan menghubungkan Desa Muara Pantun dan Juk Ayaq itu, dipastikan gagal tender, yang dapat diketahui berdasarkan situs LPSE Kutim.
Sebelumnya, Kabid Bina Marga Dinas PU Kutim, Wahasuna Aqla membenarkan hal itu, belum lama ini.
“Memang ada empat proyek MYC yang batal. Di antaranya pembangunan Jalan Tanjung Manis – Susuk, Simpat empat Kaliorang – Desa Bangun Jaya, Jembatan Telen dan pembangunan jalan di Desa Jabdan – Muara Wahau,” bebernya.
Adapun alasannya, terdapat dokumen yang tidak sesuai, yang tidak bisa disebutkan secara terperinci.
“Tapi 10 proyek MYC lainnya sudah proses kontrak,” sebutnya. (rk)