RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Dinas Pendidikan (Disdik) Kutai Timur (Kutim), terus berupaya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) sedini mungkin. Baik pendidikan secara formal maupun non formal yang dilaksanakan melalui Satuan Pendidikan Non Formal dan Sanggar Kegiatan Belajar (SPNF-SKB) Sangatta Utara dan Sangatta Selatan.
Salah satu upaya yang ditempuh, yakni melakukan layanan jemput bola (Cap Jempol). Sasarannya adalah pondok pesantren (ponpes) di kawasan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan. Bahkan sudah ada empat ponpes yang telah disambangi. Di antaranya Darunnashr 81 santri, Darul Khairat 21, Darul Musthofa 22 dan Paqusatta 46.
“Sedangkan warga belajar dari Desa Sangatta Utara, di bawah LSM Laskar Kutai Timur Pertahanan Adat, berjumlah 69,” beber Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Disdik Kutim Achmad Junaidi.
Dia memastikan, sekarang proses belajar mengajar sudah berjalan. Setiap ponpes akan mengikuti agenda belajar yang berbeda-beda. Bahkan Tutor Belajar dari SNF-SKB langsung ke sana sesuai agenda pertemuan yang disepakati.
“Pertemuan kegiatan belajar mengajar bagi warga belajar sepekan sekali. Tapi, sekarang sudah UTS (ujian tengah semester),” ungkapnya.
Menurutnya, dari keempat ponpes tersebut, terdapat santri yang mengikuti paket kesetaraan A B dan C. Dipastikannya pula, bahwa ponpes yang menjadi target layanan Cap Jempol memang tidak melaksanakan pembelajaran berdasarkan kurikulum umum.
“Santrinya memang nginap di ponpes. Makanya harus menjadi perhatian, apalagi banyak usia sekolah yang menjadi santri,” katanya.
Sejauh ini terdapat 27 ponpes di Kutim. Kini dirinya sedang mendeteksi ponpes mana saja yang tidak mengajarkan kurikulum umum. Salah satunya, yakni ponpes di Kecamatan Long Mesangat, yang santrinya murni hafiz quran.
“Ada 40 santrinya. Kami sudah meminta pengurusnya mendata santrinya, agar dapat mengikuti program layanan Cap Jempol. Dengan pola kerja sama, bahkan tidak masalah jika ada warga luar yang ingin mengikuti paket A B dan C di sana,” paparnya.
Apabila terdapat banyak warga yang berminat mengikuti paket kesetaraan tersebut. Maka perlu dibentuk kelompok belajar (pokjar). Seperti yang sudah aktif di empat ponpes.
“Harapan saya, kalau memang masuk anggarannya tahun depan melalui Bosda Kesetaraan. Kami akan menyurati kepala sekolah setiap SD, SMP dan SMA di sana (Long Mesangat). Agar mengizinkan guru menjadi tutor bantu. Sesuai dengan yang kami buat, guru itu menjadi pengajar sepekan dua kali atau sekali. Jadi pamong dan tutor tidak mesti datang dari Sangatta,” terangnya.
Pihaknya juga sudah menerima daftar ponpes dari Kementerian Agama (Kemenag). Bahkan akan disambangi untuk berdialog langsung dengan pengurus ponpes. Agar bersedia bermitra dengan SNF-SKB.
“Supaya tidak ada santri yang tidak memiliki ijazah. Makanya itu menjadi solusi yang sifatnya emergency,” tutupnya. (adv/rk)