RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Satuan Pendidikan Non Formal (SNF-SKB) Sangatta Utara, Kutai Timur (Kutim), terus memaksimalkan pembelajaran paket kesetaraan A B dan C. Hal itu sebagai upaya untuk memastikan bahwa warga putus sekolah, baik usia sekolah hingga bukan usia sekolah memperoleh ijazah kesetaraan.
Apalagi sudah sejalan dengan program Pemkab Kutim dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di kabupaten ini. Bahkan terdapat 925 warga belajar yang sedang mengikuti Pendidikan non formal di SKB Sangatta Utara.
Hanya yang menjadi kendala saat ini, yakni pamong dan tutor yang melakukan pembelajaran secara jemput bola di empat ponpes, tingkat desa maupun khusus anak yang datang belajar langsung di SKB, jumlahnya sangat terbatas. Hal ini diungkapkan Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Dinas Pendidikan (Disdik) Kutim Achmad Junaini.
“Sekarang pamong yang merupakan PNS cuma 1, sedangkan tutor rata-rata. TK2D berjumlah 19. Kalau berdasarkan regulasi, minimal 20 pamong belajar. Sekarang kalau bicara pamong hanya satu. Sedangkan sisanya tutor yang statusnya honor daerah,” bebernya, Selasa (22/11/2022).
Menurutnya, jumlah tersebut sangat minim. Sedangkan tidak sedikit program belajar mengajar yang dilakukan SKB Sangatta Utara. Jumlah muridnya sangat banyak, bahkan berdasarkan pelaksanaan program layanan Cap Jempol. Terdapat 414 warga belajar yang berasal beberapa kecamatan di Kutim.
“Ditambah mereka (warga belajar) yang baru naik tingkat. Misalnya dia kelas satu akhirnya naik kelas 2. Begitu pula seterusnya, hingga semua tingkatan pendidikan. Sekarang total keseluruhan warga belajar yang terdata dalam dapodik (data pokok Pendidikan) mencapai 925,” ungkapnya.
Hal tersebut menandakan, bahwa jumlah rombongan belajar tidak didukung dengan jumlah pamong dan tutor. Terutama bagi ponpes, yang santrinya tidak keluar dan murni menginap. Sedangkan rata-rata usia sekolah.
“Otomatis harus jemput bola melakukan pembelajaran. Bagaimana menerapkan itu kalau SDM-nya kurang. Ini yang menjadi perhatian saat ini,” sebutnya.
Sedangkan para tutor yang merupakan tenaga honorer, sedang ancang-ancang mengikuti tes PPPK dari sekolah lain. Sebab, terdapat peluang untuk jenis ijazah yang dimiliki para tutor. Baik sarjana komputer dan lainnya, sedang mempersiapkan diri mengikuti seleksi PPPK dari sekolah lain.
“Karena formasi PPPK untuk SKB tidak ada. Makanya para tutor ini mengikuti seleksi melalui sekolah lain. Sesuai dengan ijazah yang dimilikinya. Akhirnya ketika lulus, justru tidak ditempatkan di SKB. Kan otomatis akan mengajar di sekolah tempat dia mendaftar,” tuturnya.
Padahal, kata dia, pihaknya sangat membutuhkan para tutor tersebut. Hanya saja formasi PPPK tidak tersedia di SKB. Sedangkan SKB tidak diperbolehkan mengangkat tenaga honorer dan sejenisnya untuk menjadi tutor belajar.
“Semakin lama jumlah tutor akan terus berkurang. 2021 saja ada tiga tutor yang keluar karena dinyatakan lolos PPPK. Tahun ini ada yang tinggal menunggu penempatan,” ucapnya.
Hal tersebut tentu berdampak sangat besar terhadap pelaksanaan belajar mengajar kepada kelompok belajar (pokjar) yang telah dibentuk. Apalagi jika tidak ada penambahan tutor, maka SKB akan kekurangan SDM.
“Makanya kami akan bersurat dan berangkat bersama ke Jakarta, untuk berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. Bagaimana ke depannya, agar setelah membaca data kami kemudian mereka akan berkoordinasi dengan Menpan-RB,” harapnya.
Pihaknya berharap, hasil koordinasi yang masih direncanakan itu akan membuka formasi PPPK untuk pamong belajar. Sehingga SKB tidak perlu khawatir kekurangan SDM. Para tutor yang ada pun bisa tetap fokus melaksanakan tugasnya.
“Bidang PLS sudah berusaha menganggarkan, tapi dianggap tidak masuk dalam RKPD (rencana kerja pembangunan daerah),” pungkasnya. (adv/rk)