RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Pabrik pertama coal to methanol di Asia Tenggara semakin tidak pasti. Hal itu terjadi setelah salah satu tenant PT Batuta Chemical Industrial Park (BCIP), yakni Air Products resmi mundur berinvestasi.
Hal itu menegaskan bahwa kerja sama hilirisasi batubara di Indonesia, terutama di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), tidak dapat berjalan. Meskipun dua konsorsium lainnya, PT Bakrie Capital Indonesia dan PT Ithaca Resources, masih bertahan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) itu.
Ketua Komisi B DPRD Kutim Hepnie Armansyah pun memberikan tanggapannya. Menurutnya, perusahaan dengan teknologi gasifikasi batubara yang dapat menghasilkan dimethyl ether tersebut, merupakan upaya pemerintah melancarkan program hilirisasi emas hitam.
“Keputusan itu terlalu buru-buru. Kan bagian dari rencana pemerintah secara umum terkait hilirisasi. Memang ada ketergesaan dalam menentukan,” katanya.
Hal itu disampaikannya bukan tanpa alasan. Ya, politikus PPP itu pun memberikan contoh serupa, yakni pertambangan lithium dengan Tesla.
“Jadi, saat pemerintah yakin perusahaan otomotif dan penyimpanan energi asal Amerika Serikat itu akan berinvestasi di Indonesia, justru rencana bisnis itu tiba-tiba batal,” paparnya.
Hepnie mengaku tidak heran. Pasalnya dengan ketidaksempurnaan itu, menjelaskan bahwa kemuingkan ada yang tidak kompeten dalam prosesnya.
“Makanya ke depan harus benar-benar dipastikan, sebelum diumumkan kepada masyarakat luas,” tutupnya.
Untuk diketahui, investasi industri gasifikasi batubara itu telah disebutkan mencapai Rp 33 triliun. Bahkan target kapasitas yang dapat produksi mencapai 1,8 juta ton methanol per tahun. Proyek ini ditargetkan beroperasi komersial pada kuartal IV 2024 mendatang. (adv/rk)