RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Setiap pemerintah daerah (pemda) diwajibkan mengalokasikan 20 persen dari APBD untuk bidang pendidikan. Hal itu pun selalu dilakukan, mengingat telah diamanahkan dalam Undang-undang.
Namun yang terjadi di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), dari alokasi 20 persen APBD untuk bidang pendidikan, ternyata 60 persennya digunakan untuk membayar gaji guru. Menanggapi ini, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kutim Agusriansyah Ridwan mengatakan, sebenarnya kalau berbicara pendidikan tidak boleh berbicara dinas atau organisasi perangkat daerah (OPD).
“Karena perencanaannya berbicara urusan pendidikan. Jadi melingkupi berbagai macam aktivitas yang memberikan pendidikan kepada masyarakat. Baik formal maupun non formal,” jelasnya.
Politikus PKS itu menilai, hal itu harus dipahami bersama. Sehingga cara mengkalkulasikan APBD dalam memplot anggaran harus didukung data yang betul-betul detail. Adapun terkait belanja pegawai dan sebagainya, berdasarkan musrembang sudah disampaikan pemerintah di angka 24 persen setelah adanya kenaikan APBD.
“Bahkan dilihat belum 30 persen, maka ada kenaikan insentif untuk PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja). Kenapa dulu PPPK belum ada kenaikan pendapatan, karena alokasinya belum 30 persen. Apalagi APBD Kutim kala itu masih Rp 4 triliun. Sekarang Rp 5,9 triliun, maka wajar adanya peningkatan,” paparnya.
Menurutnya, Pemkab Kutim sudah sangat detail dalam menerapkan arahan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terutama dalam urusan keuangan.
“Dan itu dibuktikan dengan perolehan opini WTP (wajar tanpa pengecualian) dari LKPD (laporan keuangan pemerintah daerah) Kutim 2022,” tuturnya.
Memang masih ada beberapa rekomendasi yang sifatnya administratif dan harus dirapikan semua OPD terkait. Kendati demikian, dia menilai sekarang pemkab lebih rapi dalam mencegah kebocoran anggaran. Disinggung terkait pembangunan infrastruktur di bidang pendidikan? Dia melihat skema rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) sudah lebih rigid.
“Sudah tertuang sekolah mana dan membutuhkan apa. Tinggal fokus terhadap renja (rencana kerja) dan renstra (rencana strategis) yang ada di dalam RKPD. Kan setiap OPD punya keduanya (renja dan renstra). Kan fokus perencanaan RKPD berdasarkan itu. Baik itu musrembang maupun pokir (pokok pikiran),” ucapnya.
Dia berharap, sistem yang dibangun pemerintah dengan sistem informasi pembangunan daerah (SIPD), termasuk dengan tahapan KUA-PPAS, betul-betul dijalankan pemerintah.
“Sehingga mampu memprogramkan program yang menjadi skala prioritas,” tutupnya. (adv/rk)