RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Keberadaan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memang menjadi primadona saat ini. Apalagi dapat diperoleh hanya dengan membayar uang muka yang terjangkau sangat terjangkau, termasuk begitu pula cicilan setiap bulannya.
Tak heran jika peminatnya sangat tinggi. Bahkan setiap kompleksnya di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) selalu habis terjual. Namun program hunian MBR itu memang masih minim fasilitas penunjang. Di antaranya akses jalan, drainase dan lainnya yang memang perlu ditingkatkan.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Kadisperkim) Kutim Ahmad Iip Makruf tidak menampik hal itu. Sejauh ini pihaknya serba salah dalam upaya meningkatkan fasilitas dasar. Pasalnya, sampai sekarang belum ada payung hukum agar pihaknya dapat bekerja memperbaiki jalan lingkungan di lingkungan perumahan MBR.
“Selama belum memiliki perda (peraturan daerah) serah terima aset perumahan MBR, kami tidak bisa melaksanakan kegiatan di kompleks perumahan itu,” katanya.
Menurutnya, hal itu sudah sesuai dengan amanah dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 9/2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di Daerah.
“Makanya tahun ini mulai dibahas raperdanya. Kalau memang bisa selesai lebih awal, kemungkinan anggaran perubahan mendatang sudah bisa melakukan kegiatan lingkungan di perumahan MBR,” jelasnya.
Apalagi, kata dia, sudah ada daerah lain di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang menerapkan perda tersebut, yakni Kota Balikpapan. Sehingga harus dapat dimaksimalkan agar pembahasan raperda dapat selesai hingga disahkan menjadi perda.
“Kalau sudah punya perda, maka pemerintah daerah bisa melakukan kegiatan pembangunan PSU (prasarana dan sarana umum). Termasuk drainase, jalan masuk, lingkungan di dalamnya dan penerangan jalan umumnya,” bebernya.
Selama ini pihaknya belum bisa memfasilitasi itu, meskipun kebanyakan sudah lama beroperasi. Mengingat belum ada payung hukum yang memperbolehkan pihaknya melakukan kegiatan. Padahal masih banyak jalan lingkungan yang perlu perhatian. Termasuk 17 kompleks perumahan MBR yang saat ini ada di Kutim.
“Sebenarnya ada opsi selama belum bisa memproduksi perda. Para pengembang bisa mengajukan usulan kepada pemerintah pusat, untuk minta bantuan fasilitas PSU di kompleks perumahan mereka. Itu sempat dilakukan salah satu pengembang di Kutim. Tapi nilainya dibatasi. Dari 100 persen yang diusulkan, hanya beberapa saja yang bisa direalisasikan,” paparnya.
Hal tersebut menimbulkan kecemburuan sosial antar sesama penghuni perumahan. Sebab pembangunannya tidak merata, akhirnya pengembang pun mundur dan memohon untuk dibuatkan perda.
“Jadi, selain inisiatif dari Disperkim, perda ini juga dibuat berdasarkan hasil koordinasi dengan para pengembang di Kutim,” pungkasnya. (adv/rk)