RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Tidak mendapat restu orang tuanya, seorang pelajar SMA di Sangatta A (17), terpaksa berurusan dengan pihak berwajib. Dia dilaporkan karena menghamili kekasihnya M (13), siswi kelas tiga SMP. Selama menjalin kasih, keduanya diketahui melakukan hubungan suami istri lima kali.
A mengaku orang tuanya tidak ingin menerima kehadiran M. Padahal, kedua belah pihak telah menggelar musyawarah secara kekeluargaan. Orang tua A tidak mengizinkan keduanya menikah secara resmi dan tercatat di catatan sipil. Melainkan, hanya ingin menyelesaikan masalah tersebut dengan nikah secara agama.
Sementara keluarga M, menginginkan keduanya menikah secara resmi. Sikap orang tuanya itu, A pun dilaporkan ke Polres Kutim. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka. Sekarang mendekam di balik jeruji untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, menghamili pacarnya yang masih SMP.
“Saya bersedia menikah. Tapi orang tua saya tidak kasih izin. Makanya, setelah mengetahui dia (M) hamil tiga bulan, saya langsung memberitahu orang tua saya,” bebernya.
Ironisnya, A justru diminta ibunya minum kencingnya. Kalau A bersedia, maka ibunya bersedia memberikan restu. Sedangkan ayahnya, ingin keduanya menikah secara agama.
“Tapi, keluarganya (M) maunya resmi secara agama, resmi secara negara. Karena tidak ada titik temu, makanya saya dibawa ke Polres untuk diperiksa,” ungkapnya.
Seandainya, orang tuanya memberikan restu, A masih bisa melanjutkan sekolah. Apalagi, beberapa bulan lagi sudah lulus SMU. Tetapi, nasibnya tidak memihak kepadanya.
“Dia (M) juga senang. Kami lakukan suka sama suka di rumah dia, kalau keluarganya tidak ada di rumah,” akunya.
Terpisah, Kapolres Kutim AKBP Welly Djatmoko didampingi Kasat Reskrim IPTU I Made Jata Wiranegara, serta Kanit PPA Ipda Loewensky Karisoh, membenarkan kejadian itu, Selasa (18/1/2022).
“Ini perkara anak di bawah umur. Sudah kami tangani,” ucapnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap keduanya. Tersangka dan korban bersedia melanjutkan hubungannya dalam pernikahan. Tetapi kedua orang tua tersangka tidak ingin mereka menikah secara resmi.
“Tidak ada penyelesaian dari pihak keluarga, kasus ini dilanjutkan secara hukum. Sekarang tersangka sudah kami tahan,” sebutnya.
Ancaman hukuman bagi tersangka setengah dari hukuman maksimal atau hukuman orang dewasa. Dalam pasal 81 Undang-Undang (UU) 23/2002 tentang Perlindungan Anak, ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
“Karena masih di bawah umur, maka hukumannya maksimal 7,5 tahun,” tutupnya. (rk)