RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) masih kesulitan menentukan klaster endemis terhadap penderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di kabupaten ini. Mengingat untuk mengidentifikasi tidak mudah.
“Para penderita ISPA tersebar merata di semua wilayah,” kata Kadinkes Kutim dr Bahrani Hasanal.
Dia mengaku prihatin dengan angka penderita ISPA yang tersebar di beberapa kecamatan. Apalagi tidak mudah menentukan kecamatan dengan kasus ISPA. Meskipun di Kutim banyak kawasan perkebunan, debu di jalan-jalan juga menjadi potensi penyebaran,
“Polusi debu di areal tambang menjadi salah satu potensi dampak pada kesehatan pernafasan,” ungkapnya.
Meski begitu, belum ada laporan resmi mengenai masalah ISPA yang disebabkan debu tambang. Kini pihaknya sudah meluncurkan program kesehatan paru-paru, untuk mengatasi dampak debu akibat aktivitas tambang.
“Namun kendala dan kendali terbentur keterbatasan pengadaan laboratorium. Terutama untuk menganalisis, memastikan dan mengelompokkan. Semua itu memerlukan laboratorium dan alat penunjangnya yang memang masih kurang,” akunya.
Sejauh ini, Pemkab Kutim dipastikannya terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Termasuk mencari solusi terbaik untuk mengurangi kasus ISPA di Kutim.
“Salah satunya dengan pengadaan laboratorium,” tutupnya.
Untuk diketahui, berbagai upaya sudah dilakukan Dinkes Kutim untuk mengeliminasi penyebaran ISPA. Namun hal itu tidak bisa dimaksimalkan lantaran keterbatasan peralatan dan laboratorium untuk memastikan penderitanya.
Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah (PR) tersendiri bagi Pemkab Kutim, untuk memastikan kesehatan masyarakat sebagai salah satu pelayanan dasar yang menjadi urusan wajib bagi pemerintah kepada warganya. (adv/rk)