RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Penting untuk memaksimalkan serapan anggaran yang bersumber dari APBN. Sebab, pemerintah pusat tidak akan mengucurkan kembali anggaran jika serapannya tidak 100 persen. Berbeda jika terserap maksimal, anggaran yang dikucurkan berpeluang lebih besar.
Apalagi, APBD seperti dana alokasi khusus (DAK), hanya dikucurkan menjalankan program prioritas yang sejalan dengan program nasional. Misalnya bidang pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur dan lainnya.
Padahal, tidak mudah memperoleh bantuan dari pemerintah pusat. Apalagi jika program yang diajukan tidak sejalan dengan program nasional. Namun, serapan tak maksimal pada program pembangunan yang berasal dari DAK, justru terjadi di Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Pembangunan Gedung puskesmas baru di Kecamatan Rantau Pulung, dengan nilai kontrak Rp 6,5 miliar, yang berasal dari DAK justru tidak terselesaikan. Padahal, dinilai dapat meningkatkan pelayanan kesehatan. Tapi, pembangunannya kini masih di bawah 60 persen. Ya, gedung puskesmas itu dikerjakan tahun lalu (2021), dan diproyeksikan dapat beroperasi tahun ini (2022).
Wakil Bupati Kutim Kasmidi Bulang menyayangkan hal itu. Menurutnya, pemkab terpaksa menganggarkan penuntasan pembangunan puskesmas tersebut melalui APBD 2023.
“Itu pelayanan, pembangunannya wajib diselesaikan. Kalau DAK tidak dikucurkan lagi, penyelesaiannya harus menggunakan dana APBD. Itu konsekuensinya,” sebutnya.
Adapun para pengusaha jasa konstruksi yang pekerjaan tahun sebelumnya tidak sampai 60 persen. Dimintanya harus mempertimbangkan mengambil pekerjaan pada tahun selanjutnya.
“Ini berlaku pada semua kontraktor. Supaya jadi pertimbangan. Jangan terlalu memaksa mengambil banyak kegiatan,” imbuh politikus Golkar itu.
Apalagi, kata dia, alasannya karena force majeure atau keadaan yang terjadi di luar kendali. Kontraktor pelaksana pun tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya. Namun, hal itu tidak harus menggugurkan kewajibannya begitu saja.
“Namanya proses lelang, konsekuensinya harus menyelesaikan pekerjaan,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kutim dr Bahrani Hasanal tidak menampik hal itu. Pembangunan yang dikerjakan PT Kutai Mandiri Peprsada itu, memang terhenti. Sebab, pihak ketiga tidak dapat menyelesaikan sesuai kesepakatan.
Menurutnya, kesalahan tidak berasal dari Dinkes sebagai PA dan KPA. Pihaknya sudah melaksanakan pengadaan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Sehingga hal ini menurutnya murni wanprestasi.
“Apalagi pengadaan dilakukan melalui tender (lelang),” ungkapnya.
Sedangkan dampaknya bagi daerah, DAK dipastikan tidak bisa diperoleh. Akibat tidak menyelesaikan minimal 75% pembangunan.
“Terpaksa pembangunan lanjutan menggunakan APBD. Tapi, pelayanan kesehatan tetap jalan,” tutupnya. (rk)