Hanya Mampu Kelola 12 Ton Sampah, TPST Incinerator Tidak Ekonomis

  • Bagikan
armin nazar2
Kepala DLH Kutim Armin Nazar.

BANNER DISKOMINFO

RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Keberadaan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Incinerator mulanya sangat menjanjikan. Selain dianggap memiliki nilai ekonomis, produk hasil kerja sama PT Kaltim Prima Coal (KPC) dengan Pemkab Kutim itu digadang-gadang dapat mengatasi masalah sampah di kawasan Kota Sangatta.

Tak heran, kapasitas sampah yang bisa diolah mencapai 50 ton per hari. Sedangkan sampah di Sangatta 70 ton per hari. Artinya tersisa 20 ton saja yang harus dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batuta. Namun setelah berjalan setahun dan dilakukan penghitungan bersama, ternyata akumulasinya hanya dapat membakar 12 ton per hari.

“Dari sisi ekonomi, itu tidak ekonomis. Tapi karena ini bantuan, tugas kami sekarang mengevaluasi semua untung ruginya. Kalau saya sih melihat tidak terlalu efisien, karena kemampuannya cuma segitu (12 ton per hari),” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutim Armin Nazar, Sabtu (6/5/2023).

Pasalnya, tidak semua sampah bisa diolah. Apalagi sampah organik, tetap harus dipisah. Mengingat hanya sampah plastik yang dapat diolah. Sedangkan untuk mengangkut sampah sisa makanan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batuta, membutuhkan biaya tambahan yang cukup lumayan.

“Sekarang memang belum terasa, karena masih menjadi tanggung jawab kontraktor. Tapi itu berakhir 1 Juni mendatang. Jadi, terhitung 1 Juni sudah menjadi beban pemerintah,” paparnya.

Apalagi pihaknya mempekerjakan 48 tenaga harian lepas (THL) untuk dua shift kerja. Bahkan memakan biaya hingga Rp 3 miliar lebih setiap enam bulannya. Belum termasuk biaya listrik yang setiap bulannya membutuhkan anggaran puluhan juta. Dia mengaku sudah menyampaikan kepada Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman untuk mempertimbangkan. Sebab kalau ditutup, pemerintah tetap harus memikirkan nasib 48 THL itu.

“Saya diminta kembali melakukan telaahan staf. Sangat dilematis sebenarnya. Kalau saya sih, ini kan bantuan KPC, khawatirnya ada ketersinggungan. Saya sudah sarankan relokasi untuk jangka panjang,” akunya.

Sebenarnya, cikal bakal munculnya TPST karena pemkab sebelumnya pernah meminta lahan untuk TPA kepada pihak KPC. Karena sedikit berat memberikan lahan, akhirnya pihak perusahaan berinisiatif membeli alat tersebut.

“Dulu waktu iklan kapasitas sampah yang bisa diolah mencapai 50 ton per hari. Sedangkan sampah di Sangatta 70 ton per hari. Artinya tersisa 20 ton saja yang harus dibuang ke TPA Batuta. Sehingga bebannya pun akan berkurang,” terangnya.

Namun kenyataanya, sekarang TPST hanya mampu membakar 12-15 ton sampah per hari. Hal itu tentunya tidak ekonomis. Pihaknya berharap sesuai dengan iklan sebelumnya, yakni 50 ton untuk tiga shift. Sehingga kalau hanya dua sift, minimal 30 ton sampah dapat diolah.

“Tentu lebih ideal, hanya alatnya yang tidak sanggup. Selama prosesnya, pernah mencapai 50 ton. Tapi, ada alatnya yang jebol. (adv/rk)

  • Bagikan