Warga Keluhkan TPST Incinerator, DLH Masih Evaluasi 

  • Bagikan
armin nazar1
Kepala DLH Kutim Armin Nazar.

BANNER DISKOMINFO

SANGATTA – Setahun tiga bulan sudah Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Prima Sangatta Eco Waste diresmikan, hasil kerja sama PT Kaltim Prima Coal (KPC) dengan Pemkab Kutim. TPST didorong untuk mengatasi masalah sampah di kawasan Sangatta.

Sejauh ini, TPST terus melakukan pengelolaan sampah yang dikirim melalui armada roda tiga. Bahkan dinilai efektif dalam menanggulangi permasalahan sampah dan dapat memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat.

Belakangan ini keberadaan TPST yang berada tepat di belakang Pasar Induk Sangatta (PIS) itu, ternyata banyak dikeluhkan warga sekitar. Bahkan warga mengadu kepada anggota DPRD Kutim, yang saat itu menggelar reses.

Memperoleh informasi itu dari anggota dewan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutim Amrin Nazar pun mengajak pihak dewan turun bersama menganalisa dampak yang diberikan dari sisi lingkungan, Sabtu (6/5/2023).

“Kesimpulannya, TPST Incinerator itu tidak layak dipertahankan. Dari sisi lokasinya tidak memungkinkan,” ungkapnya.

Pasalnya seiring perkembangan pembangunan, permukiman mulai mendekat ke sana. Apalagi sebagian besar tanah di sekitarnya memang atas kepemilikan warga.

“Lokasinya TPST tidak memiliki jarak yang memadai dengan lahan milik warga,” tuturnya.

Seharusnya, kata dia, disediakan lahan yang lebih luas. Sehingga ada space dengan lahan warga. Namun saat ini jarak antara TPST dengan permukiman warga sangat dekat.

“Harus segera dievaluasi, karena kasian masyarakat sekitarnya. Apalagi ada air lindi berlendir yang ikut keluar dari cerobong asap jatuh di teras rumah warga, itu yang bikin bau. Kami masih tahap evaluasi,” paparnya.

Dia pun berharap agar TPST dipindahkan di lokasi yang tidak terlalu jauh dari Sangatta. Sehingga tetap dapat menampung sampah yang diangkut kendaraan roda tiga. Jika memaksa dibawa ke TPA Batuta, kasian pengendara roda tiga.

“Artinya agar tidak mengurangi beban armada, sebaiknya dipindahkan ke tanah pemda yang lain. Karena saya dengar ada tanah pemda di Simono (Jalan Simono, Sangatta Utara). Tapi harus dipelajari lebih dulu, jangan sampai ada perumahan di sana. Nanti efeknya sama saja dengan yang sekarang. Harus dikaji dari sisi dampak lingkungannya,” sebutnya.

Lagi pula dari sisi lingkungan, incinerator tidak direkomendasikan. Sebab bagaimana menurunkan gas rumah kaca. Sedangkan incinerator merupakan alat pembakaran yang mengeluarkan asap. Meskipun menurut rekanan, itu sudah dibawah baku mutu.

“Tapi, buktinya sekarang ada air lindi yang ikut keluar dengan asap. Apalagi kalau lagi mendung, pasti terasa. Berbeda kalau hari panas, mungkin airnya menguap lebih dulu di udara,” pungkasnya. (adv/rk)

  • Bagikan