RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Anggota Komisi C, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim), Novel Tyty Paembonan mengungkapkan, pihaknya masih menunggu hasil audit dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) terkait serapan dana alokasi khusus (DAK) tahun 2024.
“Kami belum mendapatkan data serapan DAK Kutim 2024, karena masih menunggu hasil audit dari BPKAD. Setelah audit selesai, baru kita bisa mengetahui realisasi serapan anggarannya,” ujarnya, Senin (3/2/2024).
Menurutnya, detail penggunaan DAK maupun dana alokasi umum (DAU) akan terlihat dalam laporan pertanggungjawaban bupati setelah diaudit oleh BPKAD. Dia menegaskan, bahwa penyerapan DAK yang optimal sangat bermanfaat bagi pembangunan daerah, DAK yang terserap maksimal dapat mendukung berbagai program.
“Kalau DAK terserap dengan baik, tentu sangat bermanfaat. Misalnya, anggaran pendidikan yang awalnya hanya bisa digunakan untuk rehabilitasi satu sekolah, bisa bertambah menjadi lima atau enam sekolah. Begitu juga dengan tunjangan P3K yang bisa ditopang dari dana alokasi khusus,” jelasnya.
Sebaliknya, jika serapan DAK rendah, pemerintah pusat bisa mengevaluasi dan mengurangi alokasi anggaran untuk tahun berikutnya. Hal ini bisa berdampak pada berkurangnya program pembangunan di Kutim.
“Kalau kita tidak mampu menggunakan anggaran yang sudah diberikan, pasti akan ada evaluasi dari pemerintah pusat. Bisa saja dana transfer ke depan dikurangi. Selain itu, kita juga yang rugi karena kegiatan fisik maupun non-fisik yang seharusnya bisa dilaksanakan justru tertunda,” tegasnya.
Sebagai informasi, kucuran DAK Kutim 2024 untuk pendidikan memiliki Rp39.909.422 dan kesehatan Rp11.300.715.
Adapun APBD Kutim ditetapkan Rp9,148 triliun. Namun, dalam APBD Perubahan, anggaran tersebut mengalami peningkatan signifikan menjadi Rp14,797 triliun.
Hingga Oktober 2024, serapan anggaran baru mencapai 29,47 persen dari total APBD Perubahan tersebut.
Sementara itu, APBD Kutim Tahun 2023 tercatat sebesar Rp8,25 triliun dengan realisasi mencapai Rp8,59 triliun (104,13% dari anggaran), serta belanja daerah mencapai Rp8,96 triliun. (rk)