RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, masih terus digodok Tim Panitia Khusus (Pansus). Ya, produk inisiatif dewan itu diharapkan dapat meningkatkan derajat perempuan di Kutai Timur (Kutim) agar bisa lebih maju.
Selain untuk memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak dari maraknya kasus kekerasan yang menimpa mereka. Raperda itu juga dirancang untuk memastikan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dari berbagai profesi. Hal ini disampaikan anggota Komisi D DPRD Kutim Yuli Sa’pang, yang juga sebagai Ketua Tim Pansus, Kamis (10/11/2022).
“Kini raperda masih berproses. Kami juga sudah sekali studi banding di Kabupaten Badung, Provinsi Bali,” katanya.
Dia tidak menampik, keberadaan perda tersebut di Kabupaten Badung memberikan manfaat yang sangat besar terhadap perempuan dan anak. Bahkan dianggapnya perempuan di kabupaten itu sangat sejahtera.
“Beberapa program yang mereka jalankan terkait perempuan sangat efektif. Programnya luar biasa sesuai dengan anggaran yang mereka sediakan,” bebernya.
Ada pula permasalahan kemiskinan, yang ingin diangkat pihaknya. Terutama bagi anak, yang berkaitan dengan gizinya agar dapat terpenuhi. Memang, peran pemerintah sangat rutin untuk meningkatkan kesejahteraannya dan mengayomi organisasi perempuan.
“Jadi, dialokasikan anggaran terkait pemberdayaan perempuan dan anak. Memang dibantu dari APBD mereka. Yang jelas, segala peningkatan kreatifitas perempuan dipenuhi,” ungkapnya.
Bahkan keberadaan perda itu juga dapat memaksimalkan pelatihan-pelatihan kerajinan kepada perempuan. Tidak itu saja, pemerintahan Badung juga dikatakannya telah menyediakan fasilitas penunjang setelah pelatihan diberikan.
“Seperti penjahit lokal, perannya sangat dimaksimalkan. Bahkan hasil kerajinan itu langsung dipasarkan secara lokal. Kan Bali kota wisata, banyak pengunjung yang datang ke sana,” terangnya.
Ditanya mengenai perlindungan hukum bagi perempuan dan anak yang tertuang di dalam raperda tersebut. Dia mengaku pihaknya belum membahas sampai tahapan tersebut.
“Kalau masalah hukum belum mengerucut, sekarang kan masih studi banding. Memang perlu sekali lagi studi banding di Jakarta,” pungkasnya. (adv/rk)