RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Masalah yang mendera Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (Stiper) Kutai Timur (Kutim), disebut tak lepas dari kurang baiknya komunikasi antara pengurus Stiper dan yayasannya. Sehingga ada anggapan ketidak transparan dalam pengelolaan anggaran yang dialokasikan Pemkab Kutim.
Rapat dengar pendapat (RDP) di gedung DPRD Kutim, yang berlangsung Selasa lalu (12/4/2022), mengungkap permasalahan tersebut. Tak nyaman dengan anggapan tersebut, Yayasan Stiper Kutim memberikan bantahan. Ketua Yayasan Saipul Akhmad menyebut informasi tersebut kurang update. Menurutnya, komunikasi antara yayasan, Ketua Stiper dan dosen sangat baik.
“Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar juga berjalan normal. Apabila ada komunikasi yang kurang baik berkaitan dengan perbaikan-perbaikan, itu wajar,” akunya.
Sebab, pihaknya ingin mencapai banyak target untuk kemajuan Stiper sendiri. Tapi, jika dikatakan tidak koordinasi dan sebagainya, menurutnya itu tidak benar. Memang yang menjadi persoalan, kata dia, anggaran yang masuk dari pemerintah kurang.
“Tidak cukup memenuhi kebutuhan kampus. Makanya menimbulkan masalah. Pembayaran gaji di bawah UMR saja tidak cukup. Apalagi untuk kebutuhan ATK, pembayaran listrik, kesehatan dan air,” sebutnya.
Ada pula anggaran insentif dan biaya untuk dosen-dosen di berbagai pertemuan, yang menjadi kewajiban sertifikasi. Termasuk kebutuhan praktikum dan wisuda yang dianggapnya butuh biaya.
“Biasa Stiper mendapat alokasi Rp 8 miliar, sekarang di bawah Rp 4 miliar. Tentu tidak mencukupi,” bebernya.
Selain itu, ada penyesuaian terhadap sistem informasi pemerintah daerah (SIPD), dari sistem informasi kabupaten (sikab). Tapi, dia bersyukur Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman dan Wakilnya Kasmidi Bulang sangat baik.
“Mereka tetap melanjutkan komitmen pemerintahan sebelumnya,” pungkasnya.
Wakil Ketua I Stiper Kutim Rosdianto tidak berbeda dengannya. Masalah komunikasi, kata dia, tidak benar adanya.
“Kami telah melaksanakan sesuai ketentuan,” tutupnya.
Perlu diketahui, Stiper Kutim merupakan perguruan tinggi pertama di Kutim. Sejak awal, didirikan untuk menciptakan sarjana pertanian (SP) asli daerah. Hal itu diwujudkan untuk menunjang perkebunan kelapa sawit yang luasnya mencapai 450.000 hektare.
Sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan perkebunan kelapa sawit sudah tersedia. Perusahaan juga tidak perlu lagi mendatangkan tenaga kerja dari luar Kutim. Selama ini, Pemkab Kutim mengalokasikan APBD untuk pembiayaannya. Kini, kampus tersebut sedang didera krisis keuangan.
DPRD Kutim pun memfasilitasi dengan menggelar RDP. Legislatif ingin mendengarkan persoalan yang menghambat operasionalnya, Selasa (12/4/2022). Ketua DPRD Kutim Joni menyebut, seluruh masalah harus segera diselesaikan. Apalagi menyangkut kesejahteraan dalam dunia pendidikan.
“Sebagai tahap awal, dewan akan membentuk panja (panitia kerja). Supaya bisa berkoordinasi dengan pihak terkait,” akunya.
Dia tidak menampik, masalah paling krusial adalah terjadi ketidaktransparanan antara pengurus Stiper dan pengurus Yayasan Stiper. Komunikasi antar keduanya dianggap kurang baik.
“Kalau komunikasinya baik, solusi pasti ada,” kata politikus PPP itu.
Selain itu, pihaknya memang terganjal regulasi terkait penganggaran. Pasalnya, pemerintah tidak bisa memberikan bantuan dua kali berturut-turut setiap tahunnya. Mengingat, Stiper bukan perguruan tinggi flat merah.
“Kami tetap berupaya mencari aturan yang bisa memaksimalkan bantuan. Bisa saja berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Termasuk berkomunikasi dengan pihak perusahaan,” tutupnya.
Wakil Bupati Kutim Kasmidi Bulang mengatakan, pola penganggaran bantuan untuk Stiper telah dialokasikan melalui APBD murni dan perubahan. Sehingga tidak bisa diberikan secara dengan sepenuhnya. Namun, dipastikannya kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi dalam APBD perubahan.
“Persoalan anggaran bukanlah masalah krusial. Pemkab dan dewan selalu menyisihkan anggaran untuk dua kampus. Justru paling penting harus ada pembenahan struktur pengurus. Masa kepengurusannya habis dan harus diubah. Nanti ada uji kelayakan dan kepatutan. Supaya pengurus yayasan dan kampus benar-benar orang yang kompeten pada bidangnya,” kata politikus Golkar itu.
Adapun alokasi anggaran Rp 3,5 miliar untuk Stiper dan nilai yang sama untuk Sekolah Tinggi Agama Islam Sangatta (STAIS). Namun, setelah hasil kajian dan rapat bersama pengurus kampus, Stiper memerlukan Rp 6 Miliar dan STAIS Rp 4,4 Miliar, yang akan dialokasikan melalui APBD perubahan.
“Semua itu untuk satu tahun kegiatan, yang sesuai dengan hasil rapat dengan pengurus kedua yayasan, sekolah tinggi dan pemerintah. Jadi, bukan pemerintah yang memunculkan angka itu, tetapi hasil kebutuhan yang disampaikan,” pungkasnya.
Perlu diketahui, RDP itu juga dihadiri Plt Kadisdik Irma Yuwinda, Kabag Kesra Setkab Kutim Andi Rahman. Termasuk perwakilan IKA Stiper Sangatta, Ketua Yayasan Stiper Saipul Akhmad dan undangan lainnya. Nampak pula Wakil Ketua II DPRD Kutim Arfan. Anggota DPRD Kutim seperti Masdari Kidang, dr Novel Paembonan, Kajang Lahan, Basti Sanggalangi, David Rante, Yan, Jimmy, Sobirin Bagus dan Apansyah. (rk)