RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Meski status lahan milik masyarakat, yang sertifikatnya atas nama Kelompok Tani Suka Mulya, Kecamatan Bengalon, Kutai Timur (Kutim). Namun, status lahan itu dianggap sebagai Hak Guna Usaha (HGU) oleh pihak PT Kemilau Indah Nusantara (KIN).
Persoalan lahan milik masyarakat itu pun menyeruak. Perdebatan soal HGU terus bergulir. Sehingga Kepala Desa Sepaso Timur Agus Susanto menghadirkan Inspektur Bidang Investigasi Kementerian ATR/BPN Brigjen Pol Yustan Alpian, Kamis (11/11/2021).
Brigjen Pol Yustan Alpian dihadirkan bertujuan agar pihak masyarakat dan perusahaan dapat dimediasi. Menurut Agus, dirinya selaku kepala desa memang memiliki kewajiban untuk menengahi konflik yang ada. Agar tidak ada anggapan keberpihakan baik antara satu dan lainnya.
“Alhamdulillah, surat saya direspon dengan cepat. Sehingga hadirlah tim klarifikasi untuk mengecek fakta di lapangan,” ujarnya.
Tujuan awalnya dia menyurati Kementerian ATR/BPN, dengan maksud ditujukan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kutim. Sebab, terjadi HGU dan sertifikat di atas lahan tersebut.
“HGU menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara untuk perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan. HGU bisa diberikan untuk jangka waktu maksimal 35 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 25 tahun,” terangnya.
Lebih lanjut, menurut PT KIN lokasi yang bertempat di RT 001 dan 014 adalah HGU. Namun, pada faktanya berbeda. Pasalnya, masyarakat tidak pernah mengetahui jika PT KIN telah menjadikan lahan itu bersertifikat HGU.
“Masyarakat tidak pernah pula menerima kompensasi apapun dari perusahaan itu. Kemudian masyarakat pun mempertanyakan, apabila benar itu sudah berstatus HGU, lalu bagaimana prosedur dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), sehingga lahan itu bisa jadi HGU,” katanya.
Sementara proses ganti rugi saja tidak pernah terjadi. Masyarakat sudah memiliki lahan itu jauh sebelum PT KIN masuk beroperasi di Bengalon.
“Kita percayakan masalah ini pada tim klarifikasi dari Inspektorat bidang investigasi saja. Saya berada di tengah, tidak memihak kepada siapapun karena itulah tugas saya,” pungkasnya.
Inspektur Bidang Investigasi Kementerian ATR/BPN Brigjen Pol Yustan Alpian yang turun langsung ke lapangan menegaskan, sudah menjadi tugas dan kewajiban Kementerian ATR/BPN untuk merespon adanya pengaduan-pengaduan yang masuk.
“Tim Inspektorat bidang investigasi sudah melakukan penelitian data, dan memeriksa fakta di lapangan atau kondisi objek yang sedang dipermasalahkan,” paparnya.
Pihaknya menyarankan, agar kelompok tani atau masyarakat membuat surat pernyataan, bahwa benar menguasai dan memiliki lahan tersebut. Kalau perlu menyebutkan sejak tahun berapa, sepanjang kepemilikannya memang benar sesuai fakta.
“Intinya serahkan pada kami, Inspektorat bidang investigasi. Tata cara kerja kami akan mengeluarkan audit hasil HGU itu. Rekomendasi kami akan kami sampaikan ke Menteri. Tapi jangan kami diburu ya, karena semua berproses. Kami bekerja dengan fakta lapangan. Bukan sekedar mendengar saja,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur PT KIN Destawuri Kurniadi yang hadir saat sidak fakta di lapangan menyatakan, PT KIN akan tetap berpegang teguh terhadap dokumen legal yang sudah dimiliki. Intinya PT KIN mengaku sudah melakukan pembebasan lahan.
“Kalau dari kami, ini sebenarnya tidak bermasalah. Ini kan lahan yang disengketakan,” singkatnya. (rk)