RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) saat ini menjadi salah satu produsen minyak terbesar di negeri ini. Sayang, yang terlihat di lapangan, kekayaan itu tidak tergambar. Terlihat dari antrean kendaraan yang ingin membeli bahan bakar minyak (BBM) subsidi Pertalite di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di berbagai daerah.
Salah satunya yang terlihat di Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Selain karena minimnya jumlah SPBU, penyebab lainnya yakni masih maraknya aktivitas pengetapan BBM oleh sejumlah pelaku usaha untuk dijual eceran.
Antrean itu berdampak ke banyak hal. Salah satunya lalu lintas yang terhambat. Sebab, antrean yang mengular tidak jarang hingga ke tepi badan jalan. Menanggapi hal tersebut, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutim Jimmi menilai, perlunya pendataan pada setiap kendaraan yang mengisi BBM di SPBU. “Ini harus dibenahi, seperti pendataan pada kendaraan, siapa-siapa yang menggunakan apakah kendaraan pribadi bersubsidi atau bukan,” ucapnya.
Berdasarkan Pasal 53 dan Pasal 55 Undang-Undang 2021 tentang Minyak dan Gas Bumi, para pengetap tidak diperbolehkan menjual BBM eceran tanpa izin resmi. Guna mengatasi antrean di SPBU yang disebabkan para pengetap, politikus PKS itu mengatakan keterlibatan semua pihak menjadi kunci dalam menegakkan aturan dan hukum yang berlaku.
“Artinya semua pihak, baik dari pemerintah, keamanan maupun masyarakat harus menegakkan itu. Karena BBM bersubsidi tidak boleh diperjualbelikan,” kata pria yang kini jadi ketua sementara DPRD Kutim itu.
Jimmi mengatakan, permasalahan antrean BBM tersebut akan dituangkan ke dalam peraturan daerah (perda) tentang ketertiban umum, sehingga kepadatan antrean di SPBU tidak terjadi lagi. “Pasti ini akan dimasukan ke Perda Ketertiban Umum, nantinya ada aturan yang mengatur terkait ini,” pungkasnya. (adv/rk)