RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Berbagai upaya sudah dilakukan Pemkab Kutim, untuk penanganan sampah di kawasan Kota Sangatta. Apalagi terdapat 70 ton sampah per harinya yang harus diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batuta.
Sedangkan TPA tersebut kini mulai over kapasitas. Sehingga berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA. Salah satunya yang sudah diterapkan, yakni Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Incenerator, yang berada tepat di belakang Pasar Induk Sangatta.
Sejauh ini, TPST Incinerator justru tidak maksimal dan pengelolaan sampah. Sehingga dibutuhkan program baru agar lebih maksimal. Ya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutim berencana menggunakan Waste Terminator. Bahkan sudah ada empat unit yang sedang tahap uji coba.
“Kalau ini (Waste Terminator) benar-benar maksimal mengurangi sampah yang dibuang ke TPA. Apalagi uji cobanya berhasil, maka bisa diterapkan di setiap desa atau dusun,” kata Sekretaris DLH Kutim Andi Palesangi.
Sedangkan metode penerapan Waste Terminator tidak jauh berbeda dengan TPST Incinerator. Mengingat sama-sama menggunakan sistem pembakaran. Hanya saja, operasional TPST Incinerator lebih tinggi.
“Kalau dibandingkan Waste Terminator, operasionalnya jauh lebih murah dan efisien. Waste Terminator hanya menggunakan blower untuk proses pembakarannya. Sehingga hanya membutuhkan listrik 150 Watt. Jadi lebih hemat operasionalnya,” ungkapnya.
Namun sebelum dilakukan pembakaran, sampah dipilah lebih dulu. Terutama yang memiliki nilai ekonomis harus dipisahkan. Menurutnya, program pemilahan harus dimulai dari hulunya, yakni dengan metode 3R. Ya, 3R merupakan singkatan dari reuse (menggunakan kembali sampah yang masih bisa digunakan atau bisa berfungsi lainnya), reduce (mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan atau memunculkan sampah), recycle (mengolah kembali sampah atau daur ulang menjadi suatu produk atau barang yang dapat bermanfaat).
“Metode 3R ini sejalan dengan penerapan Bank-bank Sampah. kKmi juga menyediakan ATM Sampah. Jadi ketika sampah ditimbang, langsung ada nilai uangnya. Ini sedang tahap uji coba untuk dikembangkan,” ungkapnya.
Apabila berhasil, maka akan diterapkan di setiap desa dengan memaksimalkan sosialisasi kepada masyarakat. Sehingga sampah yang bernilai ekonomis di bawa ke Bank Sampah.
“Bisa juga jemput bola. Jadi masyarakat hanya mengumpulkan, petugas Bank Sampah yang pergi mengambil. Di kota-kota besar, sampah itu bernilai ekonomis. Ada yang bisa jadi pupuk dan lainnya. Ini sekarang yang kita kejar,” tutupnya. (rk)