RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Meskipun pengelolaan dana CSR PT KPC sudah baik. Namun hal itu perlu dimaksimalkan. Terutama dalam peningkatan fasilitas kesehatan (faskes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).
Hal itu disampaikan anggota Komisi D DPRD Kutim Yuli Sa’pang. Menurutnya, perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan batu bara itu memiliki sub kontraktor yang pelit.
“Ada yang tidak pernah menyalurkan CSR-nya. Meskipun kepada kawasan di wilayah kerjanya,” kata pria yang terpilih sebagai anggota dewan melalui daerah pemilihan (dapil) II itu.
Politikus PDI Perjuangan itu mencontohkan Kecamatan Bengalon, yang serba terbatas dengan fasilitas yang dimiliki. Hal itu dapat dilihat dari segi faskes, infrastruktur maupun fasilitas sosial lainnya.
“Kan seharusnya bisa dibantu sub kontraktor itu. Padahal KPC sudah bagus,” terangnya.
Seharusnya, kata dia, setiap perusahaan yang beroperasi di Bengalon dapat membantu pemerintah. Minimal dengan pengadaan tempat sampah yang terbuat dari drum plastik.
“Kan harga per drumnya cuma Rp 300 ribu. Kalau dibagi dua akan memberikan banyak manfaat. Tinggal diberikan tulisan bahwa itu berasal dari CSR mereka. Cuma, sampai sekarang saya tidak pernah melihat itu,” akunya.
Selain itu, bentuk kepedulian juga dapat dilakukan dengan diberikan motor sampah di setiap desa. Sayangnya, sampai saat ini tidak juga diperhatikan setiap sub kontraktor perusahaan raksasa itu.
“Kalau mereka peduli bisa membeli motor sampah untuk setiap desa. Harganya juga cukup murah (Rp 20 juta),” ungkapnya.
Padahal dapat dimanfaatkan untuk mengangkut sampah menuju TPA. Sehingga lingkungan tempat tinggal warga menjadi lebih bersih. Sedangkan kebersihan lingkungan juga untuk kepentingan karyawan perusahaan yang tinggal di kawasan Bengalon.
“Termasuk jalan di dalam gang. Masih banyak yang perlu dibenahi. Tak ada salahnya kalau mereka berpartisipasi memperbaiki jalan,” tuturnya.
Selain perusahaan yang pelit. Dia menilai tidak sedikit karyawan yang bekerja di perusahaan sub kontraktor tersebut bandel. Mengingat, setelah memiliki masalah dengan perusahaannya baru menyambangi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans).
“Ini yang sering kami temui di Bengalon ketika reses dan menyerap aspirasi,” pungkasnya. (adv/rk)