RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Sebagai upaya memberikan pengakuan dan perlindungan yang layak bagi Masyarakat Hukum Adat (MHA) di wilayah Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Pemkab Kutim telah mengusulkan hal itu kepada Pj Gubernur Kaltim, sebagai langkah konkret agar mendapat pengakuan secara nasional.
Bahkan Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik, mengapresiasi upaya itu. Dia menyatakan komitmen pemerintah dalam menjaga warisan budaya nenek moyang. Adapun pesta Adat Lom Plai Wehea, dinilainya memiliki potensi besar untuk mengangkat nama Kutim ke kancah internasional.
“Melalui seni budaya yang kaya dan beragam. Rangkaian acara Lom Plai telah memukau masyarakat dengan berbagai kegiatan budaya, lomba tradisional dan pertunjukan seni. Kegiatan ini membuat Kutim terus mengembangkan identitas budaya yang kuat dan berdaya saing di tingkat nasional dan internasional,” singkatnya.
Sementara itu, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman mengungkapkan, terdapat 10 MHA yang telah diverifikasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPDes). Di antaranya MHA Kayan Umaq Lekan di Desa Miau Baru, enam desa di Muara Wahau, MHA Dayak Basap di Tebangan Lembak Bengalon dan Karangan serta MHA Long Bentuq di Busang.
“Semuanya sudah diajukan kepada provinsi. Pengakuan ini akan masyarakat adat mempertahankan tradisi keberlanjutan dalam mengelola sumber daya yang berkontribusi pada kesejahteraan lokal,” ucapnya.
Secara de facto, kata dia, pesta adat Lom Plai telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia sejak Oktober 2015 silam.
“Sedangkan langkah menuju pengakuan de jure oleh negara merupakan kelanjutan dari upaya pelestarian dan pengembangan budaya lokal,” sebutnya.
Adapun Wakil Bupati Kutim Kasmidi Bulang menambahkan, pesta adat dan budaya Lom Plai Wehea telah menjadi agenda Kharisma Event Nusantara (KEN), yang menjanjikan potensi besar dalam memperkenalkan Kutim ke tingkat nasional dan internasional.
“Bukan sekadar pelestarian seni budaya, tetapi juga tentang peningkatan ekonomi masyarakat lokal,” terangya. (adv/rk)