PENULIS: YODIQ
Rober Soebandy pemiliknya. Awal merintis dan belajar dia tidak sendiri. Ada tiga rekannya yang ikut bersamanya. Pria kelahiran tahun 1987 itu, sudah memulai usahanya sejak 2012 silam. Usaha itu didirikannya lantaran Kutim belum memiliki oleh-oleh khas untuk jenis baju lokal. Dia bersama ketiga rekannya pun mendirikan brand lokal bernama Leh Souvenir.
“Kata Leh itu kan salah satu logatnya orang Kutai. Di situlah kami kepikiran menggunakannya sebagai brand,” katanya.
Ruangan kecil tempat cuci piring di rumah mertuanya, menjadi saksi bisu usaha penyablonan dimulai. Hingga kemudian berlanjut dengan mendirikan bangunan seluas 1,5×10 meter persegi, yang tepat menempel di dinding rumah mertuanya. Bangunan itu hanya ditambahkan atap menyamping. Namun, pria kelahiran 1987 itu bersyukur lantaran telah memiliki workshop sendiri.
Kegagalan yang dialaminya tidak membuatnya patah arang. Meski sejak awal merintis hingga 2016, usahanya tidak menghasilkan sepeserpun. Bukan tanpa alasan, mereka memulai secara otodidak. Selama empat tahun merintis, mereka tidak didampingi mentor yang memadai. Bahkan di internet pun kala itu tidak menemukan contoh yang sesuai. Tapi, ayah dua anak itu memanfaatkan kesempatan yang ada untuk terus belajar dan belajar.
“Sampai akhirnya kami memulai penyablonan pertama di tahun 2016,” kenangnya, sambil tertawa kecil.
Namun jauh sebelum bisa menyablon, lika-liku mendirikan usaha tersebut terus dialami. Ya, mereka sempat mendapatkan mentor dari Sangatta, tapi tetap belum berhasil. Begitu pula saat belajar ke Kota Samarinda. Sampai akhirnya setelah pelan-pelan menabung, mereka pun berangkat ke Kota Mojokerto, Jawa Timur. Usaha itu akhirnya menjawab segala kegagalan yang dialaminya. Mentornya sangat terbuka. Tidak ada yang ditutupi. Rober bersama ketiga rekannya pun langsung bisa menyablon. Padahal proses belajarnya hanya berlangsung satu malam.

Keyakinan dan kesabaran, menjadi kunci keberhasilannya. Tak heran, meski gagal berkali-kali, semangat suami dari Rivdatul Mahmudah ini tidak redup. Kini, ia menjalankan usahanya menggunakan bangunan berukuran 10×35 meter persegi, yang dibangunnya secara mandiri. Memiliki 17 karyawan, omzet yang diperolehnya kini mencapai Rp 175 juta per bulannya.
Hingga kini, usaha yang dijalankannya tidak sekadar penyablonan kaos saja. Sejak tahun lalu, 2024, ia mulai menerima orderan jersey olahraga. Karena kebutuhan konsumen semakin tinggi, ditambah customer yang ingin cepat jadi, Rober pun harus membeli mesin percetakan sendiri. Bahkan sampai merekrut tiga penjahit, agar lebih cepat menyelesaikan pesanan.
Ia juga mulai bekerja sama dengan SMK Majai dan SMK Muhammadiyah Sangatta, untuk melatih siswa-siswi jurusan tata busana. 30 mesin jahit sudah disediakannya, agar dapat memfasilitasi para pelajar. Targetnya, setelah lulus akan dilakukan seleksi kembali, dan direkrutnya menjadi karyawan.
“Target kita memang ingin menguasai pasar di Kalimantan Timur. Makanya sekarang dimulai dari Sangatta dulu. Tapi, beberapa kali kami juga menerima orderan dari Kota Bontang,” tutupnya. (rk)










