RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Peraturan Daerah (Perda) Kutai Timur (Kutim) Nomor 1/2022 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan dan Perda Kutim Nomor 2/2022 tentang Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil, memang sangat berkaitan.
Ya, berdasarkan sisi catatan sipil mengharuskan pendatang yang sudah menetap minimal setahun di Kutim wajib memiliki berdomisili daerah ini. Bahkan dengan tegas sanksi Rp 10 juta bagi yang tidak mengindahkan. Adapun kaitannya dengan Perda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, yakni prioritas bagi tenaga kerja (naker) lokal hingga kuota 80 persen yang harus dipenuhi perusahaan sebelum merekrut naker dari luar Kutim.
“Pembuktiannya kan menggunakan KTP dan KK (kartu keluarga). Kemudian disesuaikan dengan kualifikasi dibutuhkan perusahaan,” kata Ketua Komisi D DPRD Kutim Yan Ipui, Selasa (08/11/2022).
Hal itu dimaksudkan, agar seluruh pendatang yang ingin menetap di kabupaten yang terletak di bagian Utara Kalimantan Timur (Kaltim) ini, melakukan pencabutan berkas di daerah asalnya. Jika tidak, tentu tidak akan diakomodir ketika perusahaan membuka lowongan kerja (loker).
“Kedua perda ini secara tidak langsung dapat menjadi sumber untuk memingkatkan PAD (pendapatan asli daerah),” kata politikus Gerindra itu.
Produk inisiatif dewan ini juga sebagai bentuk dukungan pihak legislatif kepada masyarakat lokal. Sebagai upaya perlindungan dan peningkayan kesejateraan masyarakat di Kutim.
“Karena sangat mengandung kearifan lokal. Artinya, peluang bekerja naker lokal sangat terbuka. Tinggal memaksimalkan peran BLK (Balai Latihan Kerja) dalam meningkatkan kualifikasi naker lokal. Sehingga bisa mengisi posisi yang tersedia saat perusahaan-perusahaan membuka loker. Kan kalau perusahaan tidak mengindahkan, izinnya bisa dicabut,” pungkasnya. (adv/rk)