RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Meski telah diresmikan Januari lalu, namun pengoperasian Rumah Sakit (RS) Muara Bengkal masih dipenuhi dilema. Bagaimana tidak, butuh banyak hal yang harus dilengkapi. Terutama tenaga medis, karena dibutuhkan setidaknya 141 sumber daya manusia (SDM) untuk mengoperasikan RS Tipe D itu.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kutim dr Bahrani Hasanal. Sejauh ini, kata dia, pihaknya baru memiliki 23 tenaga medis yang dapat ditugaskan di RS tersebut.
“Itu pun hasil mencomot sana-sini dari Puskesmas setempat. Makanya kami akan berkoordinasi dengan BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) untuk bisa memenuhi tenaga yang kurang,” katanya.
Adapun dari sisi anggaran, tidak ditampiknya masih banyak yang diperlukan, yakni pemenuhan listrik. Dia mengaku sudah bersurat kepada pihak PLN untuk menambah daya menjadi 60 megawatt. Termasuk air bersih dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR).
“Sekarang sudah dilaksanakan penyambungan pipa sepanjang 6 kilometer menuju RS Muara Bengkal. Sekarang bekerja sama dengan PDAM untuk menyuplai tangki air. Tapi tidak maksimal,” ungkapnya.
Selain itu masih ada masalah lainnya, seperti kebutuhan lahan. Mengingat, saat itu RS tersebut baru memiliki lahan 2 hektare. Menurutnya diperlukan perluasan.
“Kebetulan di samping RS itu ada tanah yang bisa dibuat untuk perluasan. Yang menjadi masalah, itu lahan milik warga. Kami sudah berkoordinasi dengan Dinas Pertanahan. Memang dibutuhkan 2 hektare lagi untuk perluasan RS. Sekalian untuk membangun perumahan dinas bagi tenaga medis. Soal akses juga menjadi perhatian, karena letak RS jauh dari permukiman,” paparnya.
Ada pula masalah perizinannya. Pasalnya, sebelum izin diberikan harus memenuhi tenaga medis lebih dulu. Apabila sudah terpenuhi, sehingga izin diterbitkan dengan pernyataan akan menyelesaikan izin-izin yang belum selesai. Termasuk izin bangunan dan lainnya.
“Berkaca dari RS Sangkulirang, memang dokter spesialis susah dicari. Kami masih menganalisa, mungkin karena tawaran lebih rendah dari daerah lain. Kalau daerah lain ada yang membayar gaji hingga Rp 60 – 70 juta per bulan, Kutim masih dengan Perbup 2019, sebesar Rp 40 juta,” paparnya.
Pihaknya pun kini akan mengusulkan Rp 60-65 juta per bulan. Hal tersebut diharapkan menjadi daya tarik bagi dokter spesialis yang baru lulus. Sehingga bersedia mengisi kekosongan yang diperlukan. Mengingat, Kutim dianggap sebagai batu loncatan bagi para dokter sebelumnya.
“Makanya sering berganti dokter, mungkin karena mereka mendapat tawaran lebih baik dari daerah lain. Sehingga banyak yang minta pindah,” tuturnya.
Sedangkan untuk memenuhi RS Tipe D, diperlukan empat dokter spesialis, yakni penyakit dalam, anak, bedah dan kandungan. Ditambah satu spesialis anestesi.
“Karena bedah dan kandungan melaksanakan operasi harus ada anestesinya,” pungkasnya. (adv/rk)