RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Menjadi seorang asesor tidak lah mudah. Harus memiliki kualifikasi untuk melaksanakan asesmen atau penilaian, terhadap mutu dalam sistem lisensi Lembaga Sertifikasi Profesi. Harus pula memiliki kemampuan melakukan asesmen yang meliputi metodologi asesmen, kode etik dalam asesmen dan proses hasil dari asesmen.
Asesor terdiri berbagai bidang. Baik teknologi, begitu pula bidang pendidikan, yakni asesor program sekolah penggerak (PSP). Sekarang jumlahnya di Indonesia terbatas. Hanya ada 340 asesor PSP untuk seluruh tingkatan pendidikan.
Asesor PSP berkewenangan menyaring calon kepala sekolah. Meliputi penilaian esai, simulasi mengajar, wawancara dan instrumen seleksi lain yang telah ditetapkan. Bahkan dapat digelar secara daring. Terdapat delapan asesor di Kalimantan Timur (Kaltim).
Asesor program guru penggerak (PGP) empat, sedangkan PSP hanya dua. Salah satunya berasal dari Kutai Timur (Kutim). Sebagai Kepala Sekolah SDN 01 Sangatta Utara, Tri Agustin Kusuma Ningrum, menjadi satu-satunya PNS guru sekolah dasar asal Kutim yang berprestasi di tingkat nasional. Itu diraihnya jauh sebelum menjabat kepala sekolah. Dia memiliki kesempatan yang luas untuk mengikuti setiap lomba yang digelar kementerian.
Menurutnya, tahapan menjadi asesor tidak lah mudah. Salah satu syaratnya harus guru prestasi (gupres) tingkat nasional. Tri bersyukur, pada 2017 terpilih sebagai gupres tingkat nasional. Bahkan, dia pernah mendapat penghargaan dari mantan Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) kala itu, Muhadjir Effendy.
“Itu dasarnya. Kemudian mengikuti tahapan seleksi asesor yang digelar Oktober 2020 sampai Mei 2021. Salah satu tugas asesor adalah melakukan penilaian-penilaian pada asesi atau orang yang ditargetkan,” terangnya.
Sedangkan pada 2018, dia memperoleh gupres untuk Kaltim. Masih tahun yang sama, buku-buku yang disusunnya masuk dalam buku yang hak ciptanya dibeli Kemendikbud, judulnya Jelajah Arsitektur Lamin Dayak Kenyah.
“Saya sangat terkesan,” kata mantan guru SDN 02 Sangatta Utara itu.
Terbiasa menulis sebuah penelitian. Dalam setahun, dia harus bersusah payah menyelesaikan buku itu. Kini, karyanya dapat diakses dan didownload di Google.
“Ketika karya saya masuk 40 karya seni Indonesia. Ternyata masih direvisi, karena ada perbaikan dari segi bahasa dan alur cerita. Perbaikannya selama 10 bulan, sampai akhirnya layak terbit. Akhirnya hak ciptanya dibeli Kemendikbud,” ungkap wanita yang sudah menjadi guru sejak tahun 2.000 itu.
Dia juga kerap menyerahkan artikel daring kepada Kemendikbud. Sekarang ada delapan buku yang telah ditulisnya. Bahkan pernah juga menjadi verifikator soal di Puspendik Kemendikbud, 2018 silam.
Sedangkan 2019, ibu tiga anak ini juga pernah belajar system education training program di University of Technology Cina. Sedangkan dari 2015 sampai sekarang sebagai instruktur nasional. Bermodalkan prestasi itu, dia memberanikan diri untuk mendaftar sebagai asesor. Mulai dari tahapan pemberkasan, menulis esai dan tahapan wawancara.
“Sampai akhirnya lolos sebagai asesor. Padahal waktu itu ada 8.126 peserta dari seluruh Indonesia yang mendaftar, yang tersaring hanya 450. Tahapan terakhir mengikuti seleksi asesor PSP,” tuturnya.
Setelah tahapan terakhir rampung. Tri memperoleh sertifikasi asesor. Dia berkewajiban melaksanakan tugas, dengan memberikan penilaian atau verifikasi kelayakan dari kepala sekolah. Termasuk pelatihan ahli asesor se-Indonesia.
“Bergantung saya kebagian berapa, kan gitu. Kalau dalam tahapan seleksi, setiap asesor punya slot dan jadwal. Saya mendapat bagian menyeleksi 41 kepala sekolah se-Indonesia,” paparnya.
Untuk menyaring menyaring kandidat-kandidat sekolah penggerak. Targetnya adalah kepala sekolah dan pelatih ahli. Apalagi Mendikbud Nadiem Makarim kerap menggelar PSP, untuk percepatan kemajuan sektor pendidikan dalam kurun waktu satu sampai tiga tahun. Bahkan, pada 2021, dia menjadi satu-satunya guru asal Kutim yang dipanggil untuk mengikuti proses uji publik.
“Sudah banyak yang saya nilai. Kami menggunakan sistem daring. Hasilnya akan diplenokan kembali. Apakah kepala sekolah itu benar-benar layak diberikan tanggung jawab menyandang PSP,” sebutnya.
Apalagi bagi seorang guru pandai saja tidak cukup. Guru atau kepala sekolah harus memiliki 10 kompetensi yang semuanya saling menunjang. Misalnya building partnership serta coaching and mentoring. Harus mampu menggerakkan, baik muridnya maupun sesama guru.
“Harus punya inisiatif untuk melakukan terobosan-terobosan yang membuat keluar dari zona nyamannya. Itu yang saya lakukan selama ini,” katanya.
PSP memiliki manfaat tersendiri. Terutama terhadap BOS kinerja dan pendampingan, seta digitalisasi sekolah. Sebagai program gagasan kementerian, wajib untuk disambut. Sehingga perlu untuk mempersiapkan diri. Harus pula dipahami untuk meraih prestasi.
“Setiap manusia punya mission enterprise. Nah, misi yang dimiliki itu apa. Secara pribadi, saya ingin bermanfaat dan menginspirasi orang banyak. Setidaknya saya ingin memberikan contoh yang baik kepada anak saya. Itu dulu,” akunya.
Kemudian resilience atau kemampuan untuk bangkit dan pulih. Bagaimana memiliki daya lenting ketika jatuh. Tidak peduli berapa kali jatuh, tapi hitung berapa kali harus bangkit. Hal yang paling berkesan baginya, saat gupres 2017. Dia mewakili Kaltim dan tidak menyangka mampu sampai sesi nasional. Bahkan hanya tiga yang dapat hadiah payung.
“Saya nangis, untuk apa payung itu. Rasanya kecewa dan mau marah. Sebenarnya mau menyerah, tapi berusaha tetap berpikir positif. Bukan itu yang mau saya raih. Kalau sudah berbuat lebih, maka Allah akan memberi lebih. Ternyata pada 2018, saya masuk dalam 10 besar yang diberangkatkan ke luar negeri,” kata wanita yang juga pernah mendapatkan penghargaan Satya Lencana Karya Satya.
Pada 2016, dia juga pernah menulis jurnal dan lolos simposium ilmiah GTK Nasional tentang penerapan metode edutainment program guru pembelajar yang sekarang menjadi guru penggerak. Dimulai dengan trik untuk meningkatkan minat orang dewasa dalam belajar andragogi.
“Sebenarnya kami menulis buku muatan lokal (mulok), kerja sama dengan Dinas Pendidikan Kutai timur. Bukunya sudah selesai, tapi kurang tau kenapa belum didistribusikan kepada setiap sekolah. Bukunya berkaitan dengan budaya lokal. Seperti gasing, lego dan tari jepen. Sudah lengkap sebagai bahan pembelajaran SD, SMP dan SMA,” tutupnya. (rk)