RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Secara berkesinambungan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kutai Timur (Kutim), menggencarkan upaya penanggulangan HIV/AIDS. Hal itu wajar, kasus itu cukup tinggi terjadi di daerah ini. Bahkan, terdapat 309 Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) dalam program pendampingan.
Hal itu terungkap saat gelaran Stakeholder Meeting Program HIV/AIDS di Hotel Royal Victoria, Sangatta Utara, beberapa waktu lalu. Wakil Bupati Kutim Kasmidi Bulang meminta para stakeholder, agar bisa lebih menggeber kinerja KPAD Kutim untuk menanggulangi penyakit tersebut.
“Pada 2022 terdapat 40 kasus. Sedangkan akumulasi dari 2006-2022 ditemukan 821 kasus penularan HIV/AIDS di Kutai Timur. Makanya kami akan bekerja keras untuk menanggulangi,” tegasnya
Sebagai Ketua KPAID Kutim, dia meminta para stakeholder memberikan kontribusi dan pemikiran. Sehingga terwujud data yang seragam yang membuat penanganan dan penanggulangan berjalan berkesinambungan.
“Kalau sudah satu persepsi, secara bersama-sama bisa melakukan upaya penanggulangan yang tepat. HIV/AIDS harus di edukasikan kepada seluruh masyarakat. Maka dari itu paling tidak di level pemangku kepentingan telah memiliki satu persepsi yang sama,” pungkasnya.
Baca Juga: Naiknya Harga BBM Berdampak Besar, Mahasiswa Ramai-ramai Menolak
Sekretaris KPAD Kutim Harmadji Partodarsono mengatakan, kebijakan KPAD dalam menanggulangi penyebaran HIV/AIDS telah dimaksimalkan. Bahkan penyuluhan sudah dilakukan. Begitu pula para stakeholder yang sudah mengetahui kebijakan KPAD. Hanya, bahan informasi yang disampaikan kepada masyarakat mesti mendetail.
“Harus dijelaskan lebih spesifik agar masyarakat paham bagaimana mencegahnya. Termasuk kepada Orang Dengan HIV AIDS,” jelasnya.
Dia pun membeberkan beberapa kecamatan memiliki pasien HIV/AIDS, terhitung sejak 2006-2022. Di antaranya Sangatta Utara 149 pasien, Muara wahau 55, Bengalon 29, Sangatta Selatan 25, Kongbeng 17, Kaliorang 7, Sangkulirang 5, Kaubun 5. Begitu pula Rantau Pulung 4 pasien, Sandaran 3, Telen 3, Teluk Pandan 3, Karangan 1, Busang 1, Muara Ancalong 1 dan Batu Ampar 1 pasien.
“Sehingga total keseluruhan penularan mencapai 821 kasus. Data itu dibeberkan agar masyarakat semakin waspada terhadap penularannya. Jadi meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan,” harapnya.
Dia tak menampik, ODHA tetap bisa hidup bermasyarakat. Namun, penularan penyakit itu tetap harus dicegah. Masyarakat diimbau agar memegang teguh norma agama, adat dan budaya ketimuran. Agar bisa menghindari budaya negatif seks bebas.
“Hal itu menjadi faktor utama penularan (seks bebas). Termasuk penggunaan alat suntik secara bergantian. Sangat rentan menjadi penyebab penularan,” paparnya.
Penting pula menggunakan alat kontrasepsi dalam pencegahan. Meski penggunaan salah satu alat kontrasepsi diyakini menjadi sebuah solusi pencegahan HIV/AIDS, namun hal tersebut tetap menciptakan pro dan kontra di lingkungan masyarakat.
“Apalagi Indonesia memang memegang teguh adat ketimuran,” tutupnya. (rk)