RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Pemerintah Indonesia telah menetapkan bahwa 2045 merupakan generasi emas bagi negara ini. Bahkan tahun 2024 ini, target penurunan stunting nasional ditetapkan mencapai 14 persen. Mengingat stunting memberikan dampak yang cukup banyak bagi pertumbuhan generasi bangsa ini.
Bukan hanya urusan tinggi badan, banyak pengaruh negatif yang menanti si anak. Tidak hanya ketika masih kecil, dampaknya juga dapat dirasakan ketika si anak beranjak dewasa. Terutama berpotensi mengalami keterbelakangan mental, dan bisa memicu munculnya penyakit-penyakit kronis. Sedangkan di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), prevalensi stunting memiliki dua data yang dijadikan acuan oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB).
Kepala DP2KB Kutim Achmad Junaidi membenarkan. Jika berbicara stunting, kata dia, berdasarkan Lembaga Survei Kesehatan Indonesia (SKI) persentasenya mencapai 29 persen. Menurutnya, metode yang dilakukan lembaga SKI secara acak dan tidak memiliki data by name by address.
Sedangkan data dari aplikasi Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), persentasenya di angka 16,5 persen. Dia menilai, data tersebut real yang ada di lapangan. Bahkan berdasarkan data dari para kader dan penyuluh yang melakukan inputing di aplikasi tersebut.
“Meski begitu, kami tetap menggunakan kedua data tersebut untuk memaksimalkan program penurunan stunting. Kami menganggap angka 29 persen hasil dari Lembaga SKI itu sebagai motivasi supaya tidak lengah,” ucapnya.
Sedangkan pihaknya akan bekerja di lapangan dengan inovasi Cap Jempol Stop Stunting menggunakan angka 16,5 persen. Dengan memaksimalkan kader penyuluh, kader Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP), para bidan dan posyandu yang ke lapangan.
“Karena data by name by address-nya ada di meja saya. Bahkan satu kecamatan kalau mau diberi PMT (pemberian makanan tambahan) ada datanya. Alamatnya juga cukup jelas,” ungkapnya.
Selain itu, pihaknya menganggap angka 16,5 persen diyakininya terdapat bagian dari 29 persen. Maka jika mampu menurunkan dari 16,5 persen, pasti yang 29 persen itu akan ikut turun. Hanya, melalui anggaran perubahan ini dirinya tidak bisa berbicara banyak.
“Memang ada sembilan kecamatan yang tren stuntingnya masih tinggi. Sehingga menjadi sasaran kerja kami melalui anggaran perubahan. Kesembilan kecamatan itu akan kami berikan PTM. Dalam bahasa kami, namanya kampanye stunting. Sedangkan kecamatan lainnya yang masih rendah, akan diproyeksikan pelaksanaan PMT pada 2025 mendatang,” tuturnya.
Harus pula dipahami, jika tugas pokok dan fungsi (tupoksi) DP2KB ini menangani yang berisiko stunting. Berdasarkan data bawah garis merah (BGM) yang ada, jumlah berisiko stunting di kabupaten ini mencapai 15 ribu. Sedangkan stunting yang datanya ada di Dinas Kesehatan (Dinkes) dengan tupoksi intervensi penyelesaiannya mencapai 1.500.
“Setiap OPD (organisasi perangkat daerah) terkait dengan penanganan stunting, dapat bekerja secara terpadu. Sehingga program yang dilaksanakan lebih maksimal. Semoga tahun depan semua program terlaksana dengan maksimal,” harapnya.
Disinggung target penurunan angka dari risiko stunting yang mencapai 15 ribu. Junaidi menjelaskan, bahwa data tersebut di update sejak Juni lalu. Sebenarnya angka itu sekarang sudah mengalami penurunan. Namun, dia enggan menyampaikannya lantaran belum ada rilis resmi. Termasuk jumlah 1.500 tersebut, yang dipastikannya sudah turun.
“Kita tunggu saja updatenya yang akan dirilis by aplikasi. Sekarang belum keluar, dan kita terus berusaha. Intinya, berapapun pergeseran angkanya, terpenting tim tetap bekerja semaksimal mungkin. Untuk hasil, serahkan sepenuhnya kepada Yang Maha Kuasa. Jangan sampai kita tidak melakukan ikhtiar sama sekali,” ujarnya.
Tak heran jika dalam waktu dekat ini pihaknya akan menggelar bimbingan teknis (bimtek) di Samarinda. Bahkan seluruh sekolah yang telah ditunjuk sebagai sekolah siaga kependudukan akan mengikuti bimtek. Ya, para guru akan diberikan pemahaman kurikulum tentang masalah kependudukan dan keluarga berencana.
“Karena setiap anak setelah lulus SMA pasti memiliki pilihan. Apakah melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dan bekerja, atau justru hanya menunggu jodoh atau menjadi calon pengantin (catin). Nah, ini harus diarahkan. Jangan sampai ada anak usia belum siap berkeluarga justru sudah menikah,” tuturnya.
Pihaknya juga bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag). Dengan begitu, sosialisasi dan kampanye stunting akan selalu melibatkan banyak pihak. Seluruh OPD terkait termasuk Kemenag masuk di dalamnya. Pihaknya akan melihat dari hulunya. Bahkan ada edukasi yang diberikan.
“Misalnya ketika menikah di usia muda, itu dampak kesehatan terhadap janin dan seterusnya seperti apa. Begitu pula jika hamil di usia tua. Pemahaman ini penting diberikan kepada anak-anak yang masih duduk di bangku SMP dan SMA,” jelasnya.
Tidak itu saja, para ibu hamil juga akan diberikan edukasi dan makanan yang bergizi. Bahkan telah menjadi sasaran Cap Jempol Stop Stunting bersama para generasi muda dan generasi remaja. Dia tidak menampik, pihaknya Jadi memiliki banyak sasaran.
“Jadi, bukan sekadar anak lahir stunting terus ditangani. Bukan itu. Tapi lebih kepada 1000 hari masa pertama kehidupan, itu yang paling penting. Jika tidak diberikan edukasi yang baik dan makanan bergizi, maka bisa saja lahirnya dalam kondisi stunting,” paparnya.
Menurutnya, ada dampak dari anak yang terlahir stunting. Ketika sudah besar dan dewasa, anak tersebut berpeluang mengalami penyakit yang tidak sembuh-sembuh. Kadang juga menjadi orang yang tidak peka dengan lingkungan. Termasuk menjadi orang yang sering lupa.
“Kenapa begitu? Bisa jadi saat lahir dia stunting. Sedangkan dampaknya baru dirasakan saat besar atau dewasa,” sebutnya.
Dampak ini tidak bisa dibiarkan, karena 2045 harus menjadi generasi emas. Maka ke depannya tidak ada lagi anak dengan risiko stunting atau dalam kondisi stunting. Dia pun mengimbau kepada ibu hamil dan yang memiliki balita untuk mengantisipasi risiko stunting.
“Dimulai dari 1000 hari pertama kehidupan sangat penting untuk diperhatikan,” pungkasnya. (rk)