RuangKaltim.com – Bupati Kutai Timur (Kutim) Ardiansyah Sulaiman menepati janjinya. Dia telah memenuhi tuntutan 150 pengunjuk rasa yang terdiri dari dokter spesialis, dokter umum, perawat dan staf RSUD Kudungga Sangatta.
Ya, dr Yuwana Sri Kurniawati, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kutim, menggantikan dr Anik Istiyandari sebagai direktur.
Wakil Bupati Kutim Kasmidi Bulang, mendampingi Ardiansyah Sulaiman saat melangsungkan proses pelantikan, Selasa (9/11/2021). Dia menyebut, mutasi dan rotasi jabatan lumrah dilaksanakan dalam setiap pemerintahan.
“Merupakan salah satu bentuk penyegaran dalam suatu organisasi,” jelasnya.
Sebagai orang nomor satu di Kutim, Ardiansyah memperhatikan secara seksama situasi yang sedang berkembang. Termasuk dinamika yang terjadi belakang ini terkait RSUD Kudungga. Proses mutasi pun dilakukan setelah mendapat pertimbangan dan rekomendasi dari Tim Majelis Kode Etik serta Tim Penilai Kinerja ASN.
“Pemkab masih memerlukan pembenahan di berbagai bidang,” paparnya.
Pejabat baru diharapkan, agar dapat segera menyelesaikan tugas-tugas yang masih memerlukan penataan dan pembenahan. Yuwana juga diharapkan dapat membuat perencanaan strategis untuk langkah yang akan ditempuh.
“Demi mewujudkan visi misi pemkab, Menata Kutai Timur Sejahtera Untuk Semua,” tegasnya.
Dia meminta agar direktur baru bekerja dengan baik. Profesional dan penuh tanggung jawab. Selalu menjaga martabat diri dan Pemkab Kutim.
Diwartakan sebelumnya, 150 peserta aksi meminta adanya perubahan di level top manajemen RSUD. Hal tersebut disampaikan pada saat menggelar aksi pertengahan pekan lalu. Pengunjuk rasa mengklaim, demonstrasi bertujuan untuk meningkatkan perubahan pelayanan di RSUD.
Pasalnya, tidak ada jaminan bagi mereka. Bahkan, pimpinan RSUD Kudungga dianggap telah mengintimidasi dokter, perawat dan karyawan lainnya.
“Semoga Pak Bupati (Ardiansyah Sulaiman) dapat memutuskan secepatnya. Sehingga kami mendapatkan rasa aman dalam melaksanakan tugas,” ungkap dr Didit, spesialis paru.
Apalagi, sejak awal pandemi covid-19, Februari 2019 lalu. Pihaknya sekalipun tidak mendapat perhatian dari manajemen. Termasuk pada saat sakit karena terpapar covid-19. Bahkan, pihaknya kerap mendapat kata-kata tidak menyenangkan.
“Tidak ada transparansi honor covid-19. Kami tidak pernah menerima. Kami juga tidak mendapatkan kebebasan dari manajemen dalam meningkatkan pendidikan dan karir. Kami meminta sarana dan prasarana RSUD Kudungga ditingkatkan. Tapi, tidak pernah ada tanggapan dari manajemen,” ungkapnya.
Sementara itu, dokter spesialis ortopedi, dr Hariyono mengaku sudah tidak ada yang dapat dibanggakan dari pimpinan RSUD Kudungga. Kepemimpinan Direktur RSUD Kudungga dr Anik Istiyandari dianggap otoriter dan suka mengintimidasi.
“Begitu pula proses pengadaan barang dan jasa. Tidak melibatkan alat yang terbaik. Pengelolaan keuangan tidak transparan,” sebutnya. (rk)