RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Anggota DPRD Kutim kini sedang fokus mensosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Kutim Nomor 1/2022 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan.
Mengingat, saat ini jika ingin bekerja di kabupaten ini diwajibkan memiliki domisili Kutim. Sehingga seluruh KTP harus diperbarui, sebagai warga daerah ini.
Hal itu juga sejalan dengan Perda Nomor 2/2018 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 7/2011. Yang dimana, pendatang atau karyawan perusahaan yang sudah menetap dan bekerja di Kutim diwajibkan ber-KTP Kutim.
Anggota Komisi A DPRD Kutim Sayid Anjas menegaskan, kedua regulasi itu sangat berkaitan. Apalagi dalam Perda tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, jelas diatur porsi tenaga kerja lokal 80 persen. Sedangkan yang berasal dari luar hanya 20 persen.
“Ini menegaskan bahwa tenaga kerja lokal harus diprioritaskan. Dibuktikan dengan domisili dari kartu identitasnya,” kata Ketua Fraksi Golkar itu, setelah menggelar sosper di Kantor Desa Sangatta Utara, Selasa (23/5/2024).
Menurutnya, kebijakan itu tidak hanya berlaku bagi pencari kerja baru. Melainkan seluruh karyawan yang ada di kabupaten ini wajib untuk merealisasikan.
“Baik karyawan lama maupun karyawan baru,” tegasnya.
Dengan demikian, pihak perusahaan harus memfasilitasi karyawan yang belum mengurus administrasi pindah penduduk.
“Apabila tidak mengindahkan, maka perusahaan dianggap lalai dalam mengikuti aturan yang berlaku di kabupaten ini,” sebutnya.
Dia meminta, agar perusahaan berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kutim, terkait pengurusan administrasi pindah domisili karyawannya.
“Ada sanksi bagi perusahaan yang tidak mengindahkan. Bisa kena denda Rp 10 juta per orang. Jadi, kalau semakin banyak karyawan dari suatu perusahaan yang belum pindah domisili, maka semakin besar juga denda yang diberikan dan dibebankan kepada perusahaan itu,” paparnya.
Adapun tujuan wajib bagi setiap karyawan berdomisili di Kutim, yakni untuk memaksimalkan potensi pajak. Sehingga tidak dialihkan pada daerah domisili asal karyawan tersebut. Terutama yang bekerja di Kutim tapi domisilinya masih dari luar.
“Pajak ini kan berdampak pada kenaikan PAD (pendapatan asli daerah). Apalagi kalau karyawan itu membeli kendaraan, tentu pajaknya masuk ke daerah juga,” pungkasnya. (adv/rk)