
RUANGKALTIM.COM, KUTIM – Pembahasan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di DPRD Kutai Timur, terganjal isu krusial terkait alokasi lahan untuk Perkebunan Rakyat. Anggota DPRD Kutim, Faizal Rachman menyoroti adanya jurang pemisah yang sangat lebar antara data lapangan dan draft peraturan.
Ia mengungkapkan, alokasi ruang untuk perkebunan rakyat dalam draft RTRW saat ini hanya 242 hektar. Padahal, data dari Dinas Perkebunan menunjukkan bahwa area yang sudah memiliki STDB (Surat Tanda Daftar Budidaya) telah mencapai lebih 13.000 hektar.
“Ruangnya masih tetap 242 hektar. Padahal sebetulnya Dinas Perkebunan sudah menyampaikan bahwa Perkebunan Rakyat yang sudah punya STDB itu sekitar 13.000 hektar lebih,” jelas Politikus PDIP itu.
Kesenjangan ini berpotensi merugikan ribuan petani, karena lahan mereka tidak terakomodir secara legal dalam tata ruang wilayah. Setelah mengadakan rapat lanjutan, terungkaplah penyebab utama dari ketidakselarasan data ini. Ya, data STDB seluas 13.000 hektar yang diserahkan oleh Dinas Perkebunan belum dilengkapi dengan titik koordinat yang valid.
Menurut Faizal, fakta bahwa lahan tersebut telah memiliki STDB, adalah perkebunan existing legal dan bebas dari kawasan hutan. Oleh karena itu, sudah seharusnya lahan tersebut diakui dalam RTRW.
“Kalau saya sih harusnya yang 13.000 hektar itu sudah existing perkebunan rakyat. Kalau STDB sudah terbit, berarti dia sudah bebas. Artinya bukan di kawasan hutan, tidak ada melanggar aturan,” tegasnya.
Untuk menyelesaikan masalah krusial itu, pihaknya berencana kembali memanggil Dinas Perkebunan. Langkah ini diambil untuk mendesak OPD tersebut segera melengkapi data teknis, khususnya titik koordinat. Sehingga luasan 13.000 hektar lebih milik rakyat dapat dimasukkan dan disahkan dalam Perda RTRW.
“Sinkronisasi data ini sangat penting untuk memberikan kepastian hukum. Termasuk perlindungan terhadap keberlanjutan lahan pangan milik masyarakat Kutai Timur,” pungkasnya. (adv/rk)










